Pemerintah Diminta Jembatani Negosiasi Media dan Platform

0

pelita.online-Selain penguasaan total platform distribusi konten, seperti Google dan Facebook, kondisi pelaku industri media massa semakin diperparah oleh dampak pandemi Covid-19. Untuk itu, pemerintah diharapkan mengambil peran, yakni menjembatani dan memfasilitasi negosiasi yang sehat antara platform dengan media agar ada kerja sama yang baik antara platform dengan media massa terkait pembagian revenue.

Meski demikian, perusahaan media massa juga harus proaktif mencari dan membangun revenue stream lain. Misalnya, melalui pelaksanaan event, live streaming. tutorial, dan berbagai produk lain yang bisa dijual. Selain itu, pemerintah juga perlu terus melakukan edukasi kepada publik tentang konten berkualitas yang diproduksi media massa.

Hal tersebut disampaikan Ketua Departemen Kemitraan dan Hubungan Internasional Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Anthony Wonsono pada Konvensi Nasional Media Massa untuk memperingati Hari Pers Nasional 2021 bertema “Pers Nasional Bangkit dari Krisis Akibat Pandemi Covid-19 dan Tekanan Disrupsi Digital” di Jakarta, Senin (8/2/2021).

“Pemerintah harus mengedukasi publik untuk kepentingan konten dan berita yang sehat, berkualitas, dan sesuai kaidah jurnalistik,” katanya.

Menurutnya, kondisi media massa yang terpuruk saat ini tak lepas dari penguasaan total distribusi konten media oleh platform, seperti Google dan Facebook. Penguasaan platform terhadap distribusi konten dikhawatirkan akan mematikan media massa. Jika kondisi ini dibiarkan, maka tidak akan diketahui konten mana saja yang diproduksi oleh media yang melewati serangkaian proses kerja jurnalistik, dan yang sama sekali sekali tidak.

“Konten yang berkualitas dan receh, sama derajatnya,” imbuhnya.

Lebih jauh, Anthony memaparkan bahwa perusahaan media massa sudah terdistorsi dan diprediksi bisa mati karena perkembangan teknologi yang cepat. Namun, pandemi Covid-19 membuat media massa menjadi semakin sekarat.

“Pandemi covid mempercepat kondisi ini. Mau tak mau media juga harus berubah. Bukan hanya cara kerja sehari-hari, juga bagaimana cara melihat bisnisnya,” katanya.

Pada kesempatan itu, Anthony membeberkan hasil survei yang dilakukan AMSI terhadap para anggotanya. Hasilnya, sudah lebih dari 30% perusahaan media massa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Dari sisi perekrutan, hampir 80% media menghentikan rencana perekrutan tenaga baru dan hampir 100% tidak lagi melakukan perekrutan tenaga baru.

Untuk pendapatan, terjadi penurunan hingga 30-45% selama pandemi. Dampaknya, penundaan pembayaran gaji dan tunjangan hari raya dilakukan hampir 20% perusahaan media dengan caranya masing-masing.

Kemudian. sekitar 50% anggota AMSI juga melaksanakan perumahan karyawan selama pandemi.

Survei yang dilakukan pada Mei 2020 juga menunjukkan bahwa perusahaan hanya mampu bertahan selama 4-5 bulan. Untungnya, sejak September 2020, ada insentif dari pemerintah, sehingga bisa memperpanjang napas pengelola media massa.

“Ini gambaran yang sedang terjadi di media siber. Kita melihat di masa pandemi, trafficnaik 50-60%, tetapi revenue turun 40%,” kata Anthony.

Dalam sesi tanya jawab, Anthony diminta menanggapi berbagai inisiatif dari platform yang selama ini sudah ada. Menurutnya, yang ada selama ini sifatnya baru berupa pertanggungjawaban sosial alias sejenis CSR, seperti Google Initiative.

“Kita di Indonesia belum maksimal menggarap peluang ini. Saya merasa kerja sama di Indonesia dengan platform belum maksimal. Mungkin karena aturannya belum digagas pemerintah, belum luas. Menurut saya banyak yang bisa dilaksanakan,” kata Anthony.

Baginya, Pemerintah sebaiknya bekerja sama dengan asosiasi media massa untuk bisa membuat aturan yang baik. Asosiasi media massa bisa memastikan adanya level of playing field yang sama dan kerja sama akan melibatkan semua pihak demi pertumbuhan industri dan kompetisi yang sehat.

Sumber: BeritaSatu.com

LEAVE A REPLY