Politikus Golkar Sebut DPP Ajukan Perubahan Pengurus Sebelum Munas

0

Pelita.online – Politikus Partai Golkar Lawrence Siburian menyebut dinamika politik di internal Golkar berkembang dengan cepat. Bahkan Lawrence mengaku mendengar jika DPP Golkar mengajukan perubahan struktur kepengurusan ke Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) sebelum munas dilaksanakan.

“Sekarang ada dua aliran pemikiran dan kelompok yang mendukungnya (Golkar). Pertama yang menginginkan supaya munas dilaksanakan sebelum Oktober, artinya sebelum kabinet terbentuk dan dilantik. Kedua ada yang menginginkan setelah itu, yaitu Desember,” ujar Lawrence.

Hal tersebut disampaikan Lawrence dalam diskusi bertajuk ‘Ngebut Munas Parpol Jelang Kabinet Baru’ di d’Consulte Resto&Lounge, Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Sabtu (20/7/2019). Lawrence mengatakan munas hanya bisa diselenggarakan usai diselenggarakan rapimnas dan rapat pleno, namun hingga kini belum ada tanda-tanda rapat tersebut diselenggarakan.

“Sampai saat ini rapat pleno belum diselenggarakan. Apa alasannya? Kita tidak tahu persis. Tapi kelihatannya pintu untuk masuk ke rapimnas dan munas itu adalah rapat pleno ini,” katanya.

Lawrence pun menyoroti kabar DPP Golkar mengajukan surat ke Kemenkum HAM untuk merombak susunan kepengurusan. Dia mempertanyakan mengapa perubahan kepengurusan itu sudah diajukan, sementara munas belum dilaksanakan.

“Karena perubahan personel kepengurusan DPP partai itu hanya bisa dilakukan dalam rapat pleno. Rapat plenonya belum, tapi perubahan sudah diajukan ke kementerian,” ungkap Lawrence.

“Kedua, apa urgensinya perubahan ini? Karena munasnya sudah tinggal dua bulan lagi. Apa urgensinya mengganti kepengurusan? Nah, tentu ini akan menimbulkan persoalan,” imbuhnya.

Menurut Lawrence, sebaiknya seluruh kader tunduk pada aturan dan aturan main yang ada di dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART). Lawrence mengatakan arus di Partai Golkar cenderung menginginkan munas dilakukan sebelum Oktober agar dapat dilakukan evaluasi pasca-pileg dan Pilpres 2019.

“Alasannya karena memang pemilu yang lalu, pileg dan pilpres itu harus ada evaluasi. Kenapa bisa turun suaranya, kenapa tidak bisa meningkat suaranya, apakah salah memilih pemimpinnya atau salah me-manage atau ada persoalan-persoalan lain, persoalan keuangan yang menyangkut internal. Banyak masalah juga. Kita bisa evaluasi dan dengan evaluasi bisa kita perbaiki utamanya dengan menghadapi Pileg 2024,” tuturnya.

Lebih lanjut, Lawrence mengatakan Golkar memiliki 10 organisasi sayap partai dan tujuh kekuatan. Ia menyebut semua organisasi dan kekuatan itu perlu diajak bicara bersama agar tidak ada gejolak di internal partai.

“Tentu sebaiknya karena Partai Golkar ini mempunyai 10 organisasi, ada 10 faksi, dan ada 7 kekuatan. Kalau kita lihat 10 faksi, Pak JK punya kekuatan, ada Pak LBP (Luhut Binsar Pandjaitan) punya kekuatann sendiri, ada Pak Akbar (Tandjung), semua HMI ke Pak Akbar, ada Pak Ical (Abu Rizal Bakrie), semua pengusaha ke Pak Ical,” jelas Lawrence.

“Jadi ada 7 kekuatan, dan total 10 organisasi, dan semua ini harus diajak bicara. Kalau tidak diajak bicara, nanti bisa menimbulkan persoalan yang lebih besar lagi. Jadi ini tentu sharing of power itu dilakukan di internal,” pungkasnya.

 

Sumber : Detik.com

LEAVE A REPLY