Produsen Tapai Singkong Menjerit, Belum Ada Program yang Membantu

0

Pelita.online – Dampak pandemi Covid-19 terasa di semua sektor masayarakat, terutama usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Produsen atau pengrajin tapai singkong pun merasakan dampak penurunan daya beli tersebut.

Soheh dan Misbah bin Udin merupakan dua produsen tapai di Bogor, Jawa Barat, yang terpaksa menurunkan jumlah produksinya sejak bulan Juni lalu. Selain menurunkan produksi, keduanya juga harus mengurangi karyawan dan menunda pembelian singkong dari petani.

Sebelum pandemi Covid-19, Misbah biasanya sekali mengirim tape ke Karawang dan Bekasi bisa mencapai 350 kilogram (kg). Kini, sekali kirim paling hanya 100 kg dan itupun sering tertunda beberapa hari.
“Kondisinya makin parah sejak dikenakan lockdown. Pembeli berkurang, lalu penjualnya pun sebagian besar istirahat dulu,” kata Misbah yang membuat tape di Desa Ciekas, Sukaraja, Bogor ini.

Dia berharap produksi tapai singkong kembali normal. Untuk itu, dia berharap adanya bantuan atau program yang bisa menopang aktivitas mereka sehingga rutin berproduksi bersama tiga karyawannya.
“Kami pernah dikumpulkan di kantor desa, tetapi sejauh ini tidak ada kelanjutannya. Padahal usaha saya ini bisa membeli singkong dari petani dan menghidupi tiga karyawan. Sekarang tersendat-sendat,” ujarnya baru-baru ini.

Hal yang sama juga dialami Soheh, produsen tape di Kelurahan Kencana, Kota Bogor. Biasanya rutin mengirim ke Pasar Jatinegara, Kemayoran dan Rajawali, tetapi sejak Juli lalu permintaan terus menurun.
“Pedagang yang biasa saya kirimkan tapai bilang yang membelinya sedikit sehingga jangan kirim banyak-banyak dulu,” ujar Soheh yang sudah menjadi pengrajin tapai sejak tahun 1990-an ini.

Dikatakan, produksi tapai biasa dilakukan dua kali dalam seminggu, namun belakangan hanya sekali. Selain pasar yang semakin minim, pasokan bahan baku di Kota Bogor pun semakin sulit sehingga harus dikirim dari wilayah lain.
Soheh menjelaskan manfaat tapai sebenarnya sangat bagus untuk kesehatan tubuh. Meskipun sudah berusia 70 tahun, Soheh yang rutin mengonsumsi tapai tampak segar dan masih kuat.

“Kalau jualan tape makin merosot, kami berharap adanya bantuan baik program pemberdayaan atau juga mengolah kembali tapai untuk berbagai kebutuhan lainnya. Jadi, produksi tetap jalan dan kami bisa jualan seperti kondisi normal dulu,” ujar Soheh.

Misbah dan Soheh juga berharap agar Masyarakat Singkong Indonesia (MSI) Bogor Raya bisa membantu untuk mendapatkan akses dan berbagai program pemberdayaan UMKM. Hal itu mengingat dalam beberapa pemberitaan, keduanya sering mendegar ada program untuk UMKM, tetapi belum pernah mendapatkannya.

“Kami berharap MSI Bogor Raya bisa memfasilitasi kami. Usaha tapai singkong ini mempunyai dampak yang besar bagi petani dan karyawan, termasuk juga pedagang yang menjualnya. Atau jangan-jangan kami ini tidak layak untuk dibantu,” tanya Misbah.

Sumber:BeritaSatu.com

LEAVE A REPLY