Sebelum Menjadi Mensos, Risma Sudah Sukses Tangani Persoalan Sosial di Surabaya

0

pelita.online-“Saya tidak melihat gelandangan, pengemis, dan anak jalanan lagi di perempatan-perempatan jalan Surabaya.” Pernyataan ini, sering terlontar ketika para tamu dari berbagai daerah di Indonesia, mengunjungi Ibu Kota Provinsi Jawa Timur (Jatim) itu.

Sebenarnya, bukan hanya perempatan jalan, objek wisata dan perko (emperan toko) yang bersih dari penyandang nasib kurang beruntung ini, tetapi di kolong-kolong jembatan termasuk Jembatan Merah, di Kalimas, sungai yang membedah kota, semuanya bersih dari para gelandangan.

Wali Kota Surabaya dua periode, Tri Rismaharini, yang diberi amanah Presiden Joko Widodo (Jokowi), menjadi menteri sosial, pernah menyatakan, ”Pokoknya tidak ada nego, pengemis ketangkap langsung dibawa ke Liponsos”.

Liponsos adalah lingkungan pondok sosial, dibangun oleh Pemkot Surabaya. Tugas Liponsos melaksanakan rehabilitasi sosial para Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) seperti gelandangan, pengemis, eks psikotik, lansia terlantar, anak jalanan.

Mereka yang dalam keadaan sehat, setelah dibina di Liponsos, dipulangkan ke daerah asalnya. Upaya tersebut tidak mudah, tetapi dibutuhkan tekad kuat, bahwa mereka harus dientas kekehidupan lebih baik.

Liponsos yang berada di Keputih, Kecamatan Sukolilo, Surabaya, bisa menampung 600 orang. Bahkan beberapa kali over load, seperti pada awal tahun 2020, penghuni Liponsos mencapai 1.000 orang lebih.

Sejak awal kepemimpinannya, Risma, panggilan akrab Tri Rismaharini, bekerja keras untuk membersihkan kotanya dari kaum gelandangan, pengemis, anak jalanan, dan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) dari jalanan kota ini.

Tim Cobra
Untuk mempercepat penanganan, Risma membentuk Tim Cobra. Tim yang bekerja sama dengan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) ini, bertugas merazia para gelandangan, pengemis, dan ODGJ yang berkeliaran di jalanan.

Mereka yang tertangkap, selanjutnya dibawa ke Liponsos. Yang masuk kategori waras, kemudian diberikan ketrampilan dan praktik langsung serta menghasilkan handicraft (hasil kerajinan/ketrampilan). Produk yang dihasilkan, kemudian dipamerkan dan dipasarkan. Langkah tersebut untuk pemberdayaan ekonomi.

Sedangkan yang masuk ODGJ disembuhkan mentalnya dengan cara memfasilitasi rawat jalan dan rawat inap ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Menur, Surabaya dan RSJ Lawang, Malang.

Liponsos Surabaya, rata-rata berhasil memulangkan 60 penyandang ODGJ setiap bulannya yang sudah sembuh ke daerah asalnya. Sumber biaya dari APBD Surabaya untuk penanganan ODGJ pada 2019 sebesar Rp 19 miliar. Biaya tersebut untuk operasional, pembelian obat-obatan, konsumsi, pembelian pakaian ODGJ, dan pembayaran tenaga kontrak.

Sebagai kota besar, Surabaya memang menjadi junjungan warga dari kota-kota lainnya. Bahkan, dulu, setiap menjelang Lebaran, Surabaya selalu diserbu pengemis, gelandangan dan anak jalananan. Mereka datang dari luar Surabaya. Dari daerah asalnya, puluhan orang dinaikkan pikap atau truk oleh koordinatornya. Koordinator memberi tugas kepada orang-orang itu untuk mengemis.

Para pengemis tadi, didrop di perempatan-perempatan jalan strategis, pada pagi hari. Selanjutnya mereka akan mulai minta-minta sampai petang hari. Setelah itu mereka kembali ke daerah asalnya, menggunakan pikap atau truk yang sama.

Melihat itu, Risma memerintahkan seluruh lurah maupun camat se-Surabaya agar aktif dalam melakukan sweeping. Beberapa kawasan sudah dipetakan untuk diwaspadai mulai perbatasan kota, Taman Hiburan Pantai Kenjeran, Masjid Ampel, Masjid Al Akbar, Kebun Binatang Surabaya, Terminal Purabaya dan stasiun kereta api.

Sudah Bersih
Yang membuat Risma kesal dan sedih, ternyata para pengemis yang menyerbu Surabaya, bukan hanya yang sehat fisik, tetapi ada orang buta dan ibu-ibu sambil menggendong anak balita.

Terhadap mereka yang diamankan, selanjutnya dibawa ke Liponsos. Bagi yang masih mempunyai keluarga, dikembalikan. Sedangkan yang tidak mempunya keluarga, selanjutnya dilatih ketrampilan.

Para tuna wisma yang menghuni kolong jembatan di atas Kalimas, juga tidak luput dari perhatian wali kota perempuan pertama di Surabaya ini.

Para tuna wisma itu lebih dahulu dientas selanjutnya diminta untuk menempati rumah susun yang dibangun Pemkot Surabaya.
Kini, kolong jembatan termasuk Jembatan Merah yang legendaris itu, sudah bersih dari tuna wisma. Jembatan ini menjadi saksi atas meninggalnya jendral Mallaby, Inggris, saat pecah revolusi fisik.

Hal lain yang masih terkait dengan sosial kemasyarakatan adalah, Pemkot Surabaya membantu permakanan terhadap 11.000 lansia kurang mampu.

Sehari sekali tanpa libur, para lansia tadi dikirimi makan dengan menu sehat terkontrol. Guna melayani mereka, pemkot, bekerja sama dengan pemilik warung makan.

Jadi, sebelum Risma menjadi menteri sosial, ia sudah menjalankan program sosial untuk meningkatkan kesejahteraan yang lebih baik.

Sumber: BeritaSatu.com

LEAVE A REPLY