Siap-siap Beli Saham Bank saat Harga Murah

0
Ilustrasi kegiatan perbankan. (CNNIndonesia/Safir Makki)

Pelita.Online – Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) sebesar 25 basis poin menjadi enam persen tak sepenuhnya direspons negatif oleh pasar. Terbukti, harga saham perbankan melaju di zona hijau usai bank sentral nasional mengerek suku bunga acuan dari posisi 5,75 persen.

Bagi pelaku pasar yang masih ingin mengonsumsi saham perbankan, sejumlah analis pun menyarankan untuk menunggu harga saham bank melemah terlebih dahulu sebelum kembali melakukan aksi beli (buy on weakness). Hal ini untuk mengantisipasi saham perbankan yang berpotensi terkoreksi pada awal pekan.

“Saham perbankan masih positif untuk dibeli, tapi dikhawatirkan pasar melakukan profit taking (aksi ambil untung) dulu karena sudah naik tinggi pada perdagangan terakhir,” ungkap Analis Senior CSA Research Institute Reza Priyambada kepada CNNIndonesia.com, Senin (19/11).

Namun, Reza menegaskan aksi ambil untung bukan karena keputusan BI yang meningkatkan suku bunga acuan, tapi hanya sebatas merealisasikan keuntungan semata usai naik beberapa hari terakhir.
Berdasarkan pantauan CNNIndonesia.com, saham empat emiten bank raksasa di Bursa Efek Indonesia (BEI) memang semakin perkasa pada Jumat (16/11) kemarin. Bila dirinci, saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menguat 2,69 persen ke level Rp24.825 per saham dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) menguat 2,35 persen ke level Rp3.490 per saham.

Selanjutnya, saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) menanjak 0,68 persen ke level Rp7.450 per saham. Sementara, saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) mendarat di level Rp8.300 per saham atau menguat 0,61 persen.

“Kemungkinan saham-saham dengan nilai kapitalisasi besar seperti perbankan akan konsolidasi dulu,” sambung Reza.

Makanya, peluang saham perbankan untuk menyusut dari posisi akhir pekan lalu begitu besar. Apalagi, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tembus level 6.012 pada penutupan Jumat sore.
Lebih lanjut Reza mengatakan potensi saham bank untuk kembali menguat setelah melemah nantinya ditopang oleh keyakinan pasar terhadap kinerja bank yang masih positif. Sebab, pelaku usaha perbankan tak menanggapi negatif kenaikan suku bunga acuan yang diputuskan BI dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan ini.

“Kalau dari perusahaan bank tidak menunjukkan reaksi negatif, maka pasar harusnya juga tidak bereaksi negatif,” ujar Reza.

Lagipula, kata Reza, penyesuaian bunga kredit perbankan terhadap kenaikan suku bunga acuan biasanya tak langsung terjadi. Perusahaan membutuhkan waktu beberapa bulan untuk menyesuaikan hal tersebut.

Siap-siap Beli Saham Bank di Harga MurahIlustrasi kegiatan perbankan. (CNN Indonesia/Hesti Rika Pratiwi)

Sebelumnya, Direktur Utama Bank Mandiri Kartiko Wirjoatmodjo berpendapat keputusan BI sebagai antisipasi peluang kenaikan suku bunga The Fed yang masih satu kali lagi pada akhir tahun ini dan dua sampai tiga kali tahun depan. Selain itu, kenaikan suku bunga acuan BI juga sebagai bentuk menjaga aliran dana asing tetap masuk ke Indonesia.

“Lalu juga untuk menjaga defisit neraca transaksi berjalan (current account deficit/CAD)Indonesia agar akhir tahun bisa di bawah tiga persen atau mendekati tiga persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB),” papar pria yang akrab disapa Tiko.

Merujuk data BI, defisit neraca transaksi berjalan kuartal III 2018 memang semakin melebar menjadi US$8,8 miliar atau setara dengan 3,37 persen terhadap PDB. Pada kuartal sebelumnya, defisit neraca transaksi berjalan masih sebesar US$8 miliar atau 3,02 persen terhadap PDB.

Sementara itu, Kepala Riset Paramitra Alfa Sekuritas Kevin Juido menyarankan pelaku pasar untuk membeli saham BNI dan Bank Mandiri. Sebab, harga sahamnya kini sudah mendekati target harga yang dirancangnya sampai akhir tahun.

Ia merinci, saham BNI dan Bank Mandiri masing-masing ditargetkan menyentuh harga Rp8.575 per saham dan Rp7.700 per saham sampai Desember 2018. Artinya, hanya membutuhkan kenaikan sekitar 200 poin lagi untuk sampai pada target tersebut.

“Rentang untuk sampai ke target harga sahamnya sedikit lagi, jadi target angka itu untuk satu pekan bisa tercapai,” tutur Kevin.

Menurutnya, harga saham BNI dan Bank Mandiri sebenarnya masih cukup murah atau berada di bawah harga wajarnya (undervalue). Biasanya, harga wajar atau tidaknya suatu saham dilihat dari price earning ratio (PER) dan price book value (PBV).

RTI Infokom mencatat PER BNI pada akhir pekan lalu sebesar 10,15 kali dan PBV sebesar 1,49 kali. Kemudian, untuk PER Bank Mandiri sendiri sebesar 14,41 kali dan PBV sebesar 1,97 kali.

Adapun, Analis Phintraco Sekuritas Valdy Kurniawan menjelaskan saham perbankan masih akan berada dalam tren penguatan sampai beberapa pekan ke depan. Ini karena saham perbankan sudah terkoreksi cukup lama beberapa waktu terakhir seiring dengan pelemahan indeks dalam negeri.

“Saham perbankan kan sepanjang tahun ini sudah turun jadi harga saham juga sudah terdiskon sebenarnya sebelum beberapa hari ini rebound (bangkit),” ungkap Valdy.

Tercatat, dari empat saham bank raksasa, hanya BCA yang menguat sejak awal tahun hingga akhir pekan lalu. Saham BCA sejak awal tahun meningkat sebesar 13,36 persen. Sementara, untuk Bank Mandiri, BNI, dan BRI masing-masing terkoreksi sebesar 6,88 persen, 16,16 persen, dan 4,12 persen.

Valdy meramalkan sepanjang pekan ini saham BCA mampu menyentuh angka Rp25 ribu per saham, Bank Mandiri ke level Rp7.500 per saham, BNI ke level Rp8.350 per saham, dan BRI ke level Rp3.500-Rp3.550 per saham

LEAVE A REPLY