Tak Setuju Deradikalisasi, Muhammadiyah Usulkan Moderasi

0

Jakarta, Pelita.Online – Program deradikalisasi disoroti seiring bergulirnya revisi Undang-undang Pemberantasan Terorisme. Muhammadiyah menyatakan tak setuju dengan progrm tersebut, dan mengusulkan untuk mengubah deradikalisasi menjadi moderasi.

Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak menjelaskan pandangan Muhammadiyah terkait program deradikalisasi yang selama ini digaulirkan oleh badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). “Istilah radikalisasi dan deradikalisai itu dilematis,” ujarnya dalam diskusi Quo Vadis Revisi UU Anti Terorisme di gedung Pusat Dakwah PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (24/05/2018).

Dahnil mengungkapkan terkait isu radikalisasi, BNPT telah beberapa kali datang ke Muhammadiyah sejak era kepemimpinan Din Syamsudin. Tujuan lembaga penaggulangan terorisme itu adalah mengajak Muhammadiyah selaku ormas Islam terbesar untuk terlibat dalam program deradikalisasi.

Ketika mengajak untuk program deradikalisasi, lanjut Dahnil, BNPT selalu mengatakan ada sejumlah orang yang baru kembali dari Suriah. Orang-orang yang baru kembali dari negara yang kini menjadi wilayah konflik itulah target programa deradikalisasi. Namun, ketika Muhammadiyah meminta data mereka BNPT tak pernah memberikannya.

“Ketika kita minta, kita tidak pernah dikasih,” ujar Dahnil.

Menurutnya, jika BNPT memberikan data itu maka Muhammadiyah akan mengecek lokasi mereka dan ikut melakukan pemantauan. Tapi, niat itu tak bisa dilaksanakan karena data orang-orang yang kembali dari Suriah itu tak diberikan. Dahnil mengatakan jadi ironis ketika terjadi bom, Muhammadiyah turut disalahkan karena dianggap tak mau ikut program deradikalisasi.

BACA JUGA  DPR: Permintaan Kapolri Agar Dibuatkan Perppu Terorisme Terlalu Berlebihan

Dalam kesempatan itu Dahnil juga mengakui adanya sebagian kalangan yang berlebihan dalam paham keagamaan. Karenanya, Muhammadiyah mengusulkan agar mereka diajak kembali untuk ke tengah-tengah.

“Muhammadiyah tidak mengusulkan istilah deradikalisai, tapi moderasi,” ungkapnya.

“Makanya kami mengusulkan istilah deradikalisasi ini ditinjau ulang,” tandas Dahnil.

Pengamat Kepolisian Universitas Indonesia (UI) Bambang Widodo Umar juga mengkritisi istilah radikal yanag dikaitkan dalam isu terorisme. Menurutnya, dalam bidang keilmuan seseorang dituntut untuk radikal, dalam artian mengakar dalam landasan ilmiah.

Sementara, terkait keyakinan perlu juga sikap radikal dalam memahami ajaran-ajaran keagamaan. Dia punaa mempertanyakan apakah program deradikalisasi bertujuan merusak orientasi dalam berkeyakinan. Jika, memang begitu maka dia tak setuju dengan istilah itu.

“Saya tidak setuju rumusan radikal,” kata Bambang.

Sementara, mantan komisioner Komnas HAM Maneger Nasution menilai program deradikalisasi selama ini tak bisa dibilang berhasil. Menurutnya, program yang dijalankan BNPT tersebut harus dievaluasi.

“Perlu ada evaluasi total terhadap program deradikalisasi selama ini,” tandasnya.

kiblat.net

LEAVE A REPLY