Tingkat Kepercayaan Rendah, Hanya 55% Masyarakat yang Mau Divaksinasi Covid-19

0
Petugas vaksinasi memeriksa kesehatan pedagang sebelum disuntik vaksin COVID-19 di Pasar Tanah Abang Blok A, Jakarta, Rabu (17/2/2021). Vaksinasi COVID-19 tahap kedua yang diberikan untuk pekerja publik dan lansia itu dimulai dari pedagang Pasar Tanah Abang. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/wsj.

Pelita.online – Walau sudah 91,3% warga Indonesia yang mengetahui Pemerintah akan melakukan vaksinasi covid-19, namun baru 54,9% warga yang bersedia menerimanya.

Hal itu menjadi temuan dari survei nasional yang dilaksanakan Indikator Politik Indonesia pada 1-3 Februari 2021 dengan tema ‘Siapa Enggan Divaksin? Tantangan dan Problem Vaksinasi Covid-19 di Indonesia’. Temuan survei itu dipublikasikan secara virtual di Jakarta, Minggu (21/2/2021).

Direktur Eksekutif Indikator, Burhanuddin Muhtadi, menjelaskan mayoritas responden survei itu memahami soal pandemi covid-19 dan bagaimana vaksin bisa menjadi pengubah kondisi agar menjadi lebih baik. Sebanyak 91,3% responden juga mengetahui soal program vaksinasi oleh pemerintah.

Namun ketika ditanya soal kesediaan warga, secara total hanya 54,9% yang bersedia divaksin. Yakni yang sangat bersedia sebesar 15,8% dan cukup bersedia 39,1%. Yang kurang bersedia ada 32,1%, dan sangat tidak bersedia adalah 8,9%. Totalnya 41%.

“Temuan ini bahkan terjadi setelah Presiden Jokowi melakukan vaksin,” kata Burhanuddin Muhtadi.

Dijelaskannya, pada survei Indikator sebelumnya di Desember 2020, yang tak bersedia itu jumlahnya 43%. Artinya, upaya Jokowi meyakinkan lewat vaksinasi terhadap dirinya hanya berhasil menambah 2% warga yang bersedia diberikan vaksin.

Ketika ditanya lebih jauh alasan kurang bersedia, sebanyak 54,2% responden menyatakan mungkin ada efek samping yang belum ditemukan (tidak aman). Lalu perkiraan vaksin tidak efektif (27%); merasa tak butuh karena badan sehat (23,8%); tak mau membayar (17,3%); vaksin mungkin tidak halal (10,4%); dan banyak orang yang akan tidak mendapat vaksin sehingga tak mau divaksin (5,9%).

Burhanuddin menyatakan survei menemukan bahwa efek samping belum ditemukan lebih banyak dijawab oleh responden berjenis kelamin perempuan. Untuk etnik, non-Jawa lebih khawatir, dan pemilih Prabowo-Sandi sedikit lebih khawatir dibanding pemilih Jokowi-Ma’ruf di Pilpres 2019 lalu.

Dari situ, Indikator menilai masalahnya bukanlah soal awareness masyarakat akan vaksinasi, namun sosialisasi yang lebih tertarget yang betul-betul berhubungan dengan concernmasyarakat.

“Jadi sosialisasi bukan sekedar kita mau vaksinasi, namun muatan yang membuat masyarakat yang awalnya resisten menjadi bersedia. Jadi substansi vaksinasi yang seharusnya diberitahukan secara luas ke publik,” kata Burhanuddin.

Apa saja contohnya? Yang pertama soal kehalalan vaksin di mana 81,9% responden menyatakan bersedia divaksin jika vaksinnya halal. Hanya 16,9% yang menyatakan tidak peduli kehalalan vaksin.

“Kami usul Wapres dan MUI lebih banyak sosialisasi,” kata Burhanuddin.

Yang kedua soal kesediaan membayar vaksin. Survei Indikator menemukan bahwa dari 54,9% responden yang bersedia di vaksin, sebanyak 70% di antaranya menyatakan tidak bersedia membayar vaksin.

“Ternyata hanya 23,7% dari yang setuju divaksin itu yang bersedia membayar. Yang tidak bersedia adalah 70%,” kata Burhanuddin.

Pihaknya menghitung, kata Burhan, secara total sekitar 38,4% tidak bersedia diberi vaksin jika harus membayar/membeli, dan hanya sekitar 13% yang bersedia diberi vaksin meski harus membayar/membeli.

Survei juga menemukan bahwa yang percaya efektivitas vaksin dalam mencegah tertular virus corona sekitar 53,5% responden, yang tidak percaya sekitar 30,3%, dan selebihnya tidak bisa menilai (16,3%).

“Tingkat kepercayaan publik terhadap berbagai varian vaksin corona tampak rendah, secara umum lebih banyak yang kurang percaya,” kata Burhanuddin.

Indikator juga melakukan analisa bivariate. Temuannya, secara umum mayoritas warga bersedia untuk diberi vaksin Covid-19 di hampir semua basis demografi, kecuali kelompok usia 22-25 tahun dan kelompok pendidikan SLTP.

Kesediaan menerima vaksin Covid-19 lebih rendah pada kelompok yang semakin jarang merasa takut tertular virus, tidak percaya terhadap efektivitas vaksin.

Survei dilaksanakan menggunakan kontak telepon kepada 1200 orang responden yang dipilih secara acak dari kumpulan sampel acak survei tatap muka langsung dari seluruh provinsi di Indonesia. Dengan asumsi metode simple random sampling, penelitian ini memiliki toleransi tingkat kesalahan (margin of error) plus minus 2,9% pada tingkat kepercayaan 95%.

Sumber: BeritaSatu.com

LEAVE A REPLY