Trik Agar Utang Tak Bikin Kantong Bolong

0

Pelita.online -Utang seringkali dijadikan satu-satunya jalan keluar ketika kebanyakan orang kepepet membutuhkan uang. Apalagi di era digital seperti ini, masyarakat semakin dimudahkan untuk meminjam uang secara online. Contohnya, fintech atawa pinjaman online (pinjol).

Fintech alias pinjol ini bahkan longgar dengan syarat dibandingkan meminjam dari bank atau rentenir. Namun, patut diingat, karena kelonggaran itu pula, maka bunga yang ditawarkan sudah pasti lebih tinggi ketimbang bank.

Penelusuran terhadap salah satu fintech yang tercatat di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bunga pinjol ditawarkan mulai dari 12 persen hingga 20 persen per tahun.

Sementara, tingkat bunga yang ditawarkan oleh pinjol yang tidak terdaftar di OJK terlihat lebih tinggi lagi. Tak tanggung-tanggung, untuk tenor satu bulan saja bunganya bisa mencapai 24,6 persen.

Dibandingkan dengan perbankan, masyarakat tentu masih bisa mendapatkan bunga kredit di bawah dua digit per tahunnya. Salah satu bank swasta menawarkan bunga untuk kredit konsumsi sekitar 8,61 persen hingga 9,9 persen per tahun.

Sementara, salah satu bank pelat merah mematok bunga kredit dua digit, namun masih tetap lebih rendah ketimbang bunga pinjol. Untuk kredit konsumsi, misalnya, dipatok di kisaran 10,25 persen sampai 12 persen per tahun.

Menurut Perencana Keuangan OneShildt Financial Planning Budi Rahardjo, masyarakat bebas memilih tempat untuk meminjam uang. Tidak ada hitungan ideal tingkat bunga yang sebaiknya dipilih.

Permasalahannya, Budi menyebut proses pengajuan kredit sampai pencairan di bank biasanya akan lebih lama ketimbang di fintech P2P lending. Kalau sudah kepepet, biasanya masyarakat lebih mementingkan kemudahan ketimbang tingkat bunga yang ditawarkan.

Trik Agar Utang Tak Bikin Kantong Bolongilustrasi. (CNN Indonesia/Safir Makki).

“Jadi semua diukur lagi sama kemampuannya masing-masing. Tidak masalah bunga tinggi asal sanggup. Tak ada perhitungan yang ideal. Kalau sanggup dan butuh cepat, silakan,” ungkap Budi kepada CNNIndonesia.com, Jumat (6/12).

Yang penting, kata dia, jumlah utang dan bunga yang harus dibayar tak lebih dari 35 persen dari total penghasilan rutin per bulannya. Contoh, bila gaji yang didapat dalam satu bulan sebesar Rp10 juta. Maka, cicilan utang dan bunga yang dibayar idealnya maksimal hanya Rp3,5 juta.

“Jadi walaupun berutang, keuangannya tetap sehat. Penghasilan tidak terbebani seluruhnya dengan utang,” terang Budi.

Kalau dipaksakan lebih dari 35 persen, Budi mengingatkan dapat membahayakan keuangan dalam jangka panjang. Seseorang, lanjutnya, akan sulit menyisihkan sebagian gajinya untuk menabung karena utangnya setumpuk.

Selain itu, total utang dan cicilan sebaiknya tak lebih dari 50 persen terhadap jumlah aset yang dimiliki. Misalnya, seseorang memiliki aset rumah, tabungan, kendaraan dengan total nilai Rp1 miliar.

“Kalau total aset Rp1 miliar, maka utang jangan lebih dari setengahnya. Tidak boleh lebih dari Rp500 juta,” ujar Budi.

Perhitungan ini sebagai bentuk jaga-jaga. Jika keuangan tiba-tiba memburuk dan masih ada sisa utang, seseorang bisa menjual sejumlah asetnya guna membayar utangnya.

Sementara, Perencana Keuangan Mitra Rencana Edukasi (MRE) Mike Rini Sutikno mengingatkan seseorang jangan nekat mengajukan pinjaman kepada rentenir. Sebab, bunganya bisa jauh lebih tinggi dibandingkan dengan perbankan dan pinjol.

“Jangan ambil pinjaman dari rentenir, lebih baik fintech yang diawasi oleh OJK. Bukan rentenir atau fintech ilegal,” ucap Rini.

Namun, seseorang juga harus jeli membandingkan bunga yang ditawarkan oleh masing-masing fintech P2P lending legal. Ia menjabarkan skema bayar utang yang diatur oleh pinjol cukup bervariasi.

“Kalau pinjaman konvensional di perbankan cicilannya bisa dibayarkan setiap bulan, untuk pinjaman online ada yang harus dibayar dua mingguan atau 15 hari,” papar Mike.

Dari berbagai penawaran ini, semua kembali kepada masyarakat. Jika memang mampu dan sesuai dengan perhitungan yang tepat, maka tak menjadi soal jika memilih fintech yang menawarkan jatuh tempo harian.

Hanya saja, hampir sama seperti Budi, ia mengingatkan agar jumlah utang dan bunga yang dibayarkan tak lebih dari 30 persen terhadap gaji setiap bulannya.

Selain itu, Mike juga menyatakan seseorang harus mengetahui betul tujuannya berutang. Ia tak menyarankan seseorang mengajukan kredit untuk tujuan konsumtif, seperti membeli barang-barang yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan.

“Utang boleh asal untuk tujuan produktif, jadi untuk pembelian aset rumah, pinjaman dana uang muka rumah, dan pengembangan untuk usaha,” pungkas Mike.

Pasalnya, uang yang digunakan untuk kebutuhan produktif bisa diputar untuk kebutuhan usaha dan bisa menghasilkan uang lebih. Berbeda jika uang hasil pinjaman digunakan untuk kebutuhan konsumtif, maka uangnya akan habis begitu saja.

 

Sumber : cnnindonesia.com

LEAVE A REPLY