Wisata Halal Menantikan Sentuhan Menparekraf Wishnutama

0

Pelita.online – Segmen wisata halal punya potensi besar di Indonesia. Tapi masih ada beberapa hal penting yang perlu jadi catatan Menparekraf Wishnutama.

Indonesia, sebagai negara dengan mayoritas penduduk muslim dan potensi kunjungan wisman muslim yang tinggi, perlu segera membenahi wisata halal. Hal itu merupakan pendapat dari pegiat pariwisata, Taufan Rahmadi.

Menurutnya, pembenahan ini bisa dimulai dari pendefinisian wisata halal yang selama ini kerap disalahpami bahkan oleh para pelaku industri wisata dan wisatawan.

“Wisata halal itu bukan bicara agama tapi bicara services. (Wisata halal) tidak hanya terbatas pada wisatawan muslim tetapi banyak wisatawan-wisatawan non muslim yang juga ketika dia makan, dia menghendaki makanan-makanan yang halal. Karena halal definisinya adalah sehat,” katanya dalam obrolan dengan detikcom.

Dalam mewujudkan wisata halal, katanya, Kemenparekraf harus mulai dengan melakukan sosialisasi pada pelaku industri bahwa layanan halal tak hanya mencakup makanan halal tapi juga layanan lain semisal tempat ibadah 5 waktu dan toilet yang mengakomodir.

Taufan menambahkan bahwa Kemenparekraf, yang kini dinakhodai oleh Wishnutama sebagai menteri dan Angela Tanoesoedibjo selaku wakilnya, juga perlu menjelaskan lebih lanjut mengenai makna sertifikasi halal di tempat wisata.

“Sertifikasi halal itu dibuat agar wisatawan tahu dan yakin bahwa tempat dia makan, tempat dia menginap, tempat dia berpelesir itu halal services,” ucap Taufan menjelaskan.

Wisata halal kini menjadi segmen yang tumbuh pesat dalam bisnis pariwisata dunia. Berdasarkan data dari Global Muslim Travel Index (GMTI), jumlah wisatawan muslim mencapai 158 juta orang pada 2020. Untuk Indonesia sendiri, pada 2018 jumlah kunjungan wisataman muslim baru mencapai 2,6 juta orang sementara pada 2019 ditargetkan mencapai 5 juta orang.

Di Indonesia sendiri, kata Taufan, Kemenparekraf masih perlu menggenjot jumlah wisatawan sekaligus memerhatikan kualitas dalam konteks tersebut. Dengan kualitas lebih baik, wisatawan diharapkan bakal mengeluarkan uang lebih banyak.

“Wisatawan misalnya dari Timur Tengah itu kalau datang ke sini tidak sendiri, biasanya bersama satu keluarga. Mereka juga tinggal di sini bisa sampai 14 hari. Jadi spending mereka tinggi,” katanya.

Hal ini didukung dengan data GMTI yang mencatat belanja wisatawan muslim pada 2017 mencapai US$ 177 miliar atau sekitar Rp 2.500 triliun. Angka ini diproyeksikan akan terus membesar hingga Rp 4.200 triliun pada 2026.

Saat ini Indonesia sebagai anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI) menduduki peringkat kedua sebagai tujuan wisata halal. Peringkat Indonesia masih berada di bawah Malaysia dan setara dengan Thailand sebagai negara yang bukan menjadi anggota OKI. Indonesia harus segera membenahi wisata halal karena negara lain seperti Jepang, Singapura, dan Inggris juga terus bergerak pada segmen ini.

 

Sumber : Detik.com

LEAVE A REPLY