DCS Pemilu 2024 Dinilai Tak Penuhi Keterwakilan Perempuan

0

pelita.online – Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah merilis Daftar Calon Sementara (DCS) untuk Pemilu 2024 pada Jumat, 18 Agustus 2023. Sejumlah partai dinilai belum memenuti kuota keterwakilan perempuan sebesar 30 persen untuk setiap seperti diatur dalam Undang-Undang Pemilu.

Mantan Ketua KPU Hadar Nafis Gumay menyatakan menemukan sejumlah partai politik tidak memenuhi aturan tersebut. Dia mencontohkan di daerah pemilihan (Dapil) DKI Jakarta II. Menurut dia terdapat 6 partai politik yang memiliki bakal calon anggota legislatif (bacaleg) yang tak memenuhi kuota 30 persen. Keenam partai tersebut adalah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Golkar, Partai Buruh, Partai Demokrat dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI).

Hadar pun menyoroti KPU yang telah merilis daftar itu meskipun belum memenuhi aturan kuota 30 persen. Apalagi, menurut dia, KPU terkesan menyembunyikan data keterwakilan perempuan tersebut.

“Pengumuman DCS mengecewakan karena KPU tidak mengumumkan presentase keterwakilan perempuan per dapil. Terlihat mereka menyembunyikan dan ini bertentangan dengan peraturan KPU,” kata Hadar kepada Tempo, Selasa, 22 Agustus 2023.

Berdasarkan pantauan Tempo di laman KPU, keenam partai tersebut rata-rata mengajukan tujuh caleg di Dapil DKI Jakarta II. Dari jumlah itu, hanya dua diantaranya yang merupakan perempuan. Artinya, kuota keterwakilan perempuan di Dapil tersebut secara matematika hanya 28,5 persen.

Tempo juga menemukan pelanggaran serupa pada Dapil DKI Jakarta III. PKB, Gerindra, PDIP, Golkar, Partai Bulan Bintang, Partai Demokrat, hanya mengajukan 2 bacaleg perempuan dari total 8 yang mereka daftarkan.

Padahal, Pasal 245 UU Pemilu secara jelas menyatakan bahwa daftar bakal caleg harus memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen.

PKPU Nomor 10 Tahun 2023 jadi akar masalah

Koalisi Masyarakat Sipil yang tergabung dalam Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan menyatakan bahwa pelanggaran tersebut tak lepas dari Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 yang tak juga direvisi. Aturan ini sempat mereka permasalahkan pada Mei lalu dengan mengadukan KPU ke Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Saat itu, mereka memprotes soal Pasal 8 ayat (2) PKPU Nomor 10 Tahun 2023 yang dinilai memangkas keterwakilan perempuan. Pasal itu berbunyi:

“Dalam hal perhitungan 30% (tiga puluh persen) jumlah bakal calon perempuan di setiap daerah pemilihan menghasilkan angka pecahan maka apabila dua tempat decimal di belakang koma bernilai kurang dari 50 (lima puluh), hasil perhitungan dilakukan pembulatan kebawah.”

Dalam pernyataan tertulisnya mereka menyebut aturan itu telah mengakibatkan 17 partai politik tidak memenuhi kuota 30 persen perempuan pada 290 dapil untuk DPR RI, 860 Dapil DPRD tingkat provinsi, dan 6.821 Dapil DPRD tingkat kabupaten/kota.

Setelah mendapatkan protes, KPU sebenarnya sempat berjanji akan merevisi aturan itu. Ketua KPU Hasyim Asy’ari menyatakan bahwa sepakat akan mengubah penghitungan 30 persen keterwakilan perempuan di setiap dapil. Menurut dia saat itu, nantinya penghitungan akan menggunakan pembulatan ke atas jika menghasilkan angka pecahan. Artinya, jika dalam satu dapil terdapat 7 caleg, maka setiap partai harus mengajukan minimal 3 caleg perempuan.

“KPU akan melakukan perubahan Pasal 8 Ayat 2 PKPU Nomor 10 Tahun 2023,” ujar Hasyim Asy’ari di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu 10 Mei 2023.

Batal direvisi setelah rapat dengan DPR

Akan tetapi KPU batal merevisi aturan itu setelah berkonsultasi dengan Komisi II DPR RI sepekan kemudian. Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, menyatakan hasil rapat tersebut menyepakati agar PKPU Nomor 10 Tahun 2023 tak perlu direvisi.

“Komisi II DPR RI meminta KPU RI untuk tetap konsisten melaksanakan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota,” kata Doli saat membacakan kesimpulan rapat itu.

Politikus partai Golkar itu mengatakan bahwa dalam rapat semua partai politik di Senayan mengklaim telah mengajukan daftar bacaleg dengan kuota keterwakilan perempuan lebih dari 30 persen.

Dalam rapat, Fraksi PDIP juga menilai perubahan PKPU Nomor 10 Tahun 2023 bisa membuat situasi menjadi tidak kondusif.

“Karena itu, tidak perku ada perubahan yang justru membuat situasi menjadi tidak kondusif. Jadi fraksi PDIP memandang dan bersikap bahwa Peraturan KPU Nomor 10 tahun 2023 tidak perlu diubah Merdeka,” kata Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDIP, Arif Wibowo.

Fraksi Golkar, Gerindra, PKB, Nasdem, Demokrat, PKS, PAN, dan PPP pun mengamini pernyataan Arif itu. Mereka menolak revisi PKPU Nomor 10 Tahun 2023 karena semua partai sudah menyerahkan daftar bakal caleg DPR RI dengan komposisi perempuan lebih dari 30 persen.

Mentok secara politik, Koalisi Masyarakat Sipil lantas mengajuikan uji materi terhadap PKPU tersebut ke Mahkamah Konstitusi  pada 5 Juni 2023. Sayangnya uji materi tersebut masih belum berbuah keputusan hingga saat ini.

Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan juga membuat laporan terhadap KPU ke DKPP pada 15 Agustus lalu. Dalam laporannya, mereka menilai KPU telah melanggar prinsip kemandirian dalam menyusun regulasi karena mengikuti kehendak partai-partai politik di DPR RI.

Selain itu, Ketua KPU juga dinilai melakukan pembohongan publik karena tak menepati janjinya untuk merevisi Pasal 8 ayat (2) huruf a PKPU Nomor 10 Tahun 2023.

Intan Bedisa, anggota koalisi perwakilan dari  International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) menyampaikan kekecewannya terhadap KPU. Dia menilai aturan itu telah memangkas semangat kesetaran gender.

“Saya rasa ini sudah sepatutnya para perempuan itu tersinggung terkait dengan hal ini karena ongkos politik untuk seorang perempuan itu sudah tinggi sekali. Ongkos artinya bukan hanya soal materi tetapi kemudian budaya patriarkis yang mengekung mereka sehingga mereka sulit untuk maju,” ujar Intan usai melakukan laporan ke DKPP.

Ketua Divisi Teknis KPU RI, Idham Kholik, pun menanggapi santai soal tudingan pihaknya melakukan pelanggaran. Dia menyatakan KPU tetap berpegang pada PKPU No 10 Tahun 2023 yang tak direvisi.

Idham menyatakan KPU baru akan melakukan revisi jika memang MK mengabulkan uji materi yang diajukan oleh koalisi.

“Sebagai warga negara yang baik, sebaiknya kita tunggu putusan MA atas perkara judicial review tersebut.” Ucap Idham.

Idham juga membantah anggapan jika jumlah  bacaleg dalam DCS tak memenuhi kuota 30 persen. Dia sempat memberikan data caleg dalam DCS DPR RI untuk Pemilu 2024 dari setiap partai politik. Dalam data yang berbentuk rekapan tersebut, berdasarkan perhitungan KPU, setiap partai rata-rata mengajukan caleg perempuan di atas 30 persen. Namun, dia tak memberikan data persentase per dapil.

sumber : tempo.co

LEAVE A REPLY