Harga Minyak Loyo Tertekan Peningkatan Pasokan di AS

0

Pelita.online – Harga minyak mentah melemah pada akhir perdagangan Kamis (9/2) sore Waktu AS atau Jumat (10/2) pagi WIB.
Mengutip Antara, minyak mentah berjangka Intermediate West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Maret tergelincir 41 sen atau 0,5 persen ke US$78,06 per barel di New York Mercantile Exchange.

Sementara itu, minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman April turun 59 sen atau 0,7 persen ke US$84,50 per barel di London ICE Futures Exchange.

Kedua harga acuan minyak tersebut telah naik lebih dari 5 persen sepekan ini. Analis menyebut pelemahan dipicu beberapa faktor.

Salah satunya, kenaikan persediaan minyak di AS dan  kekhawatiran investor atas kenaikan suku bunga Federal Reserve.

Badan Informasi Energi AS (EIA) pada Rabu (8/2) lalu melaporkan stok minyak mentah AS naik minggu lalu menjadi 455,1 juta barel, tertinggi sejak Juni 2021.

Pelemahan juga didorong oleh meredanya kekhawatiran pasar atas dampak gempa di Turki dan Suriah terhadap fasilitas distribusi minyak.

Gempa bumi di Turki dan Suriah yang telah menewaskan lebih dari 19 ribu orang pada awalnya menaikkan harga minyak karena bencana tersebut dikhawatirkan akan merusak jaringan pipa dan infrastruktur lainnya

Karena bencana itu BP Azerbaijan mengumumkan force majeure pada pengiriman minyak mentah Azeri dari pelabuhan Turki Ceyhan pada Selasa (7/2) setelah gempa melanda Senin pagi (6/2)

Namun pada Kamis (9/2) kemarin, minyak Azerbaijan masih bisa terus mengalir.

“Dengan kondisi itu, pasar tidak akan kehilangan pasokan sebesar yang dikhawatirkan, karena itulah minyak kembali melemah,” kata pengamat di Again Capital di New York John Kilduff.

Namun, pelemahan diperkirakan tak akan berlangsung lama. Prospek permintaan yang lebih kuat dari China sebagai konsumen terbesar dunia akan kembali membangkitkan harga minyak.

“Kami memperkirakan konsumsi minyak China meningkat sekitar 1,0 juta barel per hari tahun ini, dengan pertumbuhan yang kuat muncul paling cepat di akhir kuartal pertama,” tulis analis dari bank ANZ dalam sebuah catatan.

“Secara keseluruhan, ini akan mendorong permintaan global naik 2,1 juta barel per hari pada 2023,” tambahnya

Sumber : cnnindonesia.com

LEAVE A REPLY