Hari Anak Nasional, KPAI Prihatin Korban LGBT Semakin Meningkat

0

Pelita.online –  Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) prihatin angka anak korban kejahatan Lesbian, Gay, Biseksual dan Transeksual (LGBT) semakin meningkat. Pada hari anak yang jatuh hari ini, KPAI berharap masalah ini jadi renungan bersama.

Berdasarkan data yang dihimpun KPAI trend angka korban LGBT terus meningkat. Data ini merupakan data primer yang diperoleh dari pengaduan langsung KPAI, pengaduan Online Bank Data Perlindungan Anak, pengaduan hasil pemantauan dan investigasi kasus KPAI dan pengaduan hotline service KPAI. KPAI mengaku prihatin dengan trend angka anak korban LGBT ini.

“Iya, prihatin (anak korban LGBT meningkat). Itu yang terlaporkan. Yang belum terlaporkan, yang kemungkinan ditutupi itu lebih banyak,” kata komisioner KPAI Bidang Trafficking dan Eksploitasi Anak Ai Maryati Solihah, saat dihubungi detikcom, Selasa (23/7/2019).

Merujuk pada data KPAI tersebut, pada tahun 2014 hingga 2015, pengaduan soal anak yang menjadi korban LGBT tidak ada. Namun, pada tahun 2016 mulai muncul 7 pengaduan. Sedangkan pada 2017 angka ini menjadi 23 pengaduan. Angka ini meningkat lagi menjadi 25 pengaduan pada 2018.

Ai juga menjelaskan bahwa angka trend anak korban LGBT ini bisa masuk dalam kombinasi kejahatan seksual lainnya. Dia mencontohkan, kasus grooming anak yang baru-baru ini terjadi, bisa saja masuk dalam kategori kejahatan LGBT. Karena, pelaku bisa datang dari mereka yang LGBT atau heteroseksual.

“Kombinasi yang terjadi pada anak korban grooming ya, atau kekerasan seksual yang terjadi di sosmed yang dilakukan seorang napi. Apakah itu juga tidak bisa dimasukkan korban LGBT? Melalui hal-hal seperti ini, maka kita harus memutakhirkan bagaimana anak-anak ini menjadi korban LGBT. Apakah hanya sebatas online atau mungkin kontak fisik,” ujarnya.

Selain itu, dia juga menyoroti angka anak korban kejahatan seksual online yang masih tinggi. Menurutnya, meskipun angkanya fluktuatif, namun angka ini juga memprihatinkan. Dia menilai, tingginya angka ini lantaran kini merupakan era teknologi daring (online).

“Kalau di tingkat online itu hampir semuanya pakai teknologi. UU Pornografi itu terbatas, sehingga tidak masuk ke teknis teknologi. Salah satu yang datang ke kami itu ada anak korban live sex streaming berbayar. Nah ini juga bisa masuk dalam kategori anak korban kejahatan seksual online,” imbuhnya.

Masih merujuk pada data pengaduan KPAI, pada 2014, angka pengaduan anak korban kejahatan seksual online mencapai 53. Sedangkan pada tahun 2015 angka ini meningkat drastis menjadi 133 pengaduan. Lantas, pada 2016 menurun menjadi 112 dan pada 2017 meningkat lagi menjadi 126 laporan. Namun, pada 2018 angka ini kembali turun menjadi 116.

 

Sumber : Detik.com

LEAVE A REPLY