Ini Pandangan KPK Soal Vonis Bebas Petinggi Duta Palma Grup

0

Pelita.online – Pengadilan Tipikor Pekanbaru memvonis bebas Suheri Terta selaku Legal Manager PT Duta Palma Grup yang menjadi terdakwa perkara dugaan suap terkait pengajuan revisi alih fungsi hutan di Riau tahun 2014. Majelis Hakim yang diketuai Saut Maruli Tua Pasaribu menyatakan Suheri Terta tidak terbukti menyuap mantan Gubernur Riau, Annas Maamun melalui pengusaha Gulat Manurung terkait pengajuan revisi alih fungsi hutan di Provinsi Riau kepada Kementerian Kehutanan.

Dikonfirmasi mengenai putusan tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yakin dengan alat bukti yang dimiliki sejak proses penyidikan. Bahkan, KPK meyakini alat-alat bukti yang kemudian dibeberkan di persidangan telah membuktikan tindak pidana suap yang dilakukan Suherti Terta.

“Dari awal proses penyidikan, KPK yakin dengan alat bukti yang kami miliki dan selama proses persidangan juga dapat dibuktikan semua uraian perbuatan Terdakwa,” kata Plt Jubir KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Rabu (9/9/2020).

Apalagi, perbuatan Suheri diperkuat dengan putusan MA terhadap Annas Maamun. Dalam putusan tersebut, Annas terbukti menerima suap, salah satunya dari Duta Palma Grup.

“Terlebih dalam putusan MA atas nama terpidana Annas Ma’mun telah terbukti adanya penerimaan sejumlah uang antara lain dari PT Duta Palma,” katanya.

Meski demikian, KPK belum memutuskan untuk menempuh langkah hukum selanjutnya terhadap vonis bebas Suheri Terta, seperti mengajukan Kasasi ke MA. KPK berharap Pengadilan Tipikor Pekanbaru segera mengirimkan salinan putusan agar dapat dipelajari tim KPK untuk menentukan langkah hukum selanjutnya.

“Kami masih menyatakan sikap pikir-pikir atas putusan tersebut, dan selanjutnya akan mengambil sikap langkah hukum setelah mempelajari salinan lengkap putusan majelis hakim. Kami berharap pengadilan segera mengirimkan salinan putusan tersebut,” kata Ali.

Dalam kasus ini, selain Suheri Terta, KPK juga menjerat pemilik PT Darmex Group/PT Duta Palma Grup, Surya Darmadi dan PT Palma Satu, anak usaha PT Duta Palma Grup. Namun, Surya Darmadi hingga saat ini masih buron dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 9 Agustus 2019 silam.

Kasus yang menjerat Suheri Terta, Surya Darmadi dan PT Palma Satu merupakan pengembangan dari kasus dugaan suap alih fungsi hutan Riau yang sebelumnya menjerat Annas Maamun selaku Gubernur Riau dan Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia, Gulat Medali Emas Manurung serta Wakil Bendahara DPD Partai Demokrat Riau Edison Marudut Marsadauli Siahaan.

Surya Darmadi bersama-sama Suheri diduga menyuap Annas Maamun sebesar Rp 3 miliar melalui Gulat Manurung. Suap itu diberikan terkait pengajuan revisi alih fungsi hutan di Provinsi Riau kepada Kementerian Kehutanan.

Kasus suap ini bermula dari Surat Keputusan Menteri Kehutanan (SK Menhut) nomor 673/2014 yang ditandatangani Menhut saat itu, Zulkifli Hasan pada 8 Agustus 2014. SK Zulhas tersebut tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan seluas 1.638.249 hektare; perubahan fungsi kawasan hutan seluas 717.543 ha; dan Penunjukan Bukan Kawasan Hutan Menjadi Kawasan Hutan seluas 11.552 ha di Provinsi Riau. SK Menhut tersebut diserahkan Zulkifli kepada Annas Maamun saat peringatan HUT Riau pada 9 Agustus 2014.

Dalam pidatonya di peringatan tersebut, Zulhas mempersilakan masyarakat melalui Pemprov Riau untuk mengajukan permohonan revisi jika terdapat daerah atau kawasan yang belum terakomodir dalam SK tersebut. Atas pidato Zulhas, Annas Maamun memerintahkan SKPD terkait untuk menelaah kawasan hutan dalam peta yang menjadi lampiran Surat Keputusan Menteri Kehutanan tersebut.

Suheri yang mengurus perizinan terkait lahan perkebunan mllik Duta Palma Group langsung mengirimkan surat kepada Annas Maamun selaku Gubernur Riau untuk memintanya mengakomodir lokasi perkebunan PT Palma Satu, PT Panca Agro Lestari, PT Banyu Bening, PT Seberida Subur yang berlokasi di Kabupaten Indragiri Hulu dalam RTRW Provinsi Riau. Annas Maamun segera menindaklanjuti permintaan tersebut dan memerintahkan bawahannya untuk ‘membantu dan mengadakan rapat’.

Annas Maamun kemudian membuat disposisi yang isinya memerintahkan Wakil Gubernur Riau saat itu untuk segera mengadakan rapat bersama SKPD terkait. Sebulan kemudian atau September 2014, Surya Darmadi, Suheri, Gulat Manurung dan SKPD Pemprov Riau menggelar pertemuan untuk membahas permohonan perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan atas kawasan perkebunan milik Duta Palma Group atau dengan kata lain agar wulayah perkebunan itu dikeluarkan dari peta kawasan hutan di Riau.

Untuk memuluskan hal ini, Surya Darmadi diduga menawarkan fee kepada Annas Maamun melalui Gulat Manurung jika areal perkebunan perusahaannya masuk dalam revisi SK Menteri Kehutanan tentang perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan; Berikutnya, dalam sebuah rapat di kantor Gubernur, Annas Maamun memerintahkan bawahannya yang bertugas di Dinas Kehutanan untuk memasukan lahan atau kawasan perkebunan yang diajukan oleh tersangka Suheri Terta dan Surya Darmadi dalam peta Iampiran surat Gubernur yang telah ditandatangani sehari sebelumnya.

Setelah perubahan peta tersebut ditandatangani Annas Maamun, Suheri diduga menyerahkan uang sebesar Rp 3 miliar kepada Gulat Manurung untuk diberikan kepada Annas. Uang tersebut diberikan agar Annas Maamun memasukan lokasi perkebunan Duta Paa Group yang dimohonkan tersangka Suheri dan Surya Darmadi ke dalam Peta Lampiran Surat Gubernur Riau tanggal 17 September 2014 tentang Revisi Usulan Perubahan Luas Kawasan Bukan Hutan Riau di Provinsi Riau.

Dengan surat Gubernur Riau tersebut diduga selanjutnya perusahaan-perusahaan itu dapat mengajukan Hak Guna Usaha untuk mendapatkan ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) sebagai syarat sebuah perusahaan melakukan ekspor kelapa sawit ke luar negeri.

 

Sumber:BeritaSatu.com

LEAVE A REPLY