Kemenkeu Klaim Ekonomi Syariah RI Nomor 3 di Dunia Pada 2022

0

Pelita.online – Tenaga Ahli Menteri Keuangan Bidang Keuangan dan Keuangan Syariah Halim Alamsyah mengatakan ekonomi syariah Indonesia berpengaruh, bahkan menduduki posisi ketiga di dunia.
Ia mengacu data yang disampaikan oleh laporan Islamic Finance Development Indicator (IFDI) 2022. Hal itu ia ungkap dalam webinar bertema Memperkuat Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah, yang diselenggarakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Menurut beberapa penelitian, kita sudah nomor 3 di dunia dalam konteks peran dari industri keuangan syariah dalam ekonomi kita. Kalau indikatornya aset, totalnya lebih dari US$115 miliar atau sekitar 10-11 persen dari total pendapatan domestik bruto (PDB) Indonesia,” katanya, Kamis (16/2).

Menurutnya, keuangan syariah tidak hanya diminati oleh umat Islam, tetapi non-muslim juga melirik potensinya. Hal tersebut menunjukkan adanya suatu potensi dana-dana yang dikumpulkan oleh industri keuangan syariah tidak hanya berasal dari Muslim.

“Ini yang perlu dilihat sebagai potensi yang besar, di samping potensi Muslim itu sendiri,” ungkap Halim, yang juga menjabat Wakil Ketua Umum Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI).

Ia menjabarkan tiga kunci pendorong agar RI bisa menjadi pusat industri halal dunia. Pertama, kebijakan pengembangan ekosistem halal mengedepankan kualitas alias refocusing. Kedua, kebijakan penguatan intermediasi pembiayaan atau accelerating. Ketiga, kebijakan penguatan literasi ekonomi syariah alias strengthening.

Pernyataan Halim diperkuat Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi. Berdasarkan data IFDI 2022, ekonomi syariah Indonesia berada di urutan ketiga dengan skor 61.

Namun, kata Friderica, RI masih tertinggal dari Malaysia di puncak dengan nilai 113 dan Arab Saudi di nomor dua dengan skor 74.

Ia lalu mengutip data State of Global Islamic Economy (SGIE) 2022, yang menempatkan Indonesia di urutan 7 dunia berdasarkan total aset keuangan syariah, yakni sebesar US$119,5 miliar.

Adapun tiga teratas diduduki oleh Iran (US$838,3 miliar), Arab Saudi (US$826 miliar), dan Malaysia (US$619,7 miliar).

“Di dalam negeri alhamdulillah perkembangan keuangan syariah dari tahun ke tahun terus meningkat. Sampai pada posisi akhir 2022, total aset keuangan syariah sudah mencapai Rp2.375 triliun atau tumbuh 15 persen dibandingkan tahun sebelumnya,” jelas Kiki, sapaan akrab Friderica.

OJK menyebut total aset ini berada di pasar modal sebesar Rp1.427 triliun (tidak termasuk saham syariah), di perbankan Rp802 triliun dan di sektor industri keuangan nonbank (IKNB) sebesar Rp146 triliun.

Sementara itu, pangsa pasar atau market share keuangan syariah RI hingga akhir Desember 2022 mencapai 10,69 persen dari total nilai aset keuangan Indonesia.

“Ke depan, tentu sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar secara global serta jaringan industri keuangan syariah yang tersebar di seluruh wilayah, Indonesia tentu memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi pusat ekonomi dan keuangan syariah di dunia,” harap Kiki.

Mengacu hasil survei nasional literasi dan inklusi keuangan (SNLIK) 2022 OJK, indeks literasi keuangan syariah masyarakat Indonesia meningkat dari 8,93 persen pada 2019 menjadi 9,14 persen di 2022. Indeks inklusi keuangan syariah juga meningkat dari 9,10 persen di 2019 ke 12,12 persen pada 2022.

Berdasarkan sektor, perbankan syariah menjadi yang paling tinggi tingkat literasinya, mencapai 8,19 persen pada 2022, meningkat dari 2021 yang hanya 7,92 persen. Posisi berikutnya diikuti oleh sektor pegadaian syariah, lembaga pembiayaan syariah, dan asuransi syariah.

Sumber : cnnindonesia.com

LEAVE A REPLY