Lion Air Pede Bagasi Berbayar Dongkrak Pendapatan 10 Persen

0
Foto: Paul Christian Gordon/Lion Air

Pelita.Online, Jakarta — Lion Air Group menargetkan kebijakan bagasi berbayar yang mereka terapkan beberapa waktu lalu bisa menyumbang kenaikan pendapatan non tiket sebesar 10 persen tahun ini. Pendapatan di luar penjualan tiket itu diharapkan berasal dari dua maskapai yang tergabung dalam grup, yakni Lion Air dan Wings Air.

Managing Director Lion Air Group Daniel Putut Kuncoro Adi menuturkan perusahaan sudah mengkaji kebijakan bagasi berbayar sejak 2010 lalu. Kebijakan diberlakukan demi menjaga keberlanjutan bisnis maskapai tersebut.

Maklum, kinerja keuangan maskapai penerbangan belakangan ini mengalami tekanan terimbas oleh pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang terjadi sepanjang tahun lalu. Selain pelemahan nilai tukar, tekanan juga datang dari kenaikan harga avtur.

“Jadi kami melakukan perubahan proses bisnis pada tahun ini, ini langkah-langkah strategis agar bisa terjaga,” terang Putu, Selasa (29/1).

Sayangnya, Putu enggan memberikan angka pasti berapa target pendapatan Lion Air Group pada 2019. Yang pasti katanya, manajemen Lion terus mengevaluasi penerapan bagasi berbayar yang baru berlaku sekitar satu minggu terakhir kemarin.

“Kami sedang proses pembelajaran dan kami sudah berlakukan sejak 22 Januari sampai hari ini, memang kami masih dalam proses edukasi kepada penumpang,” ucap Putu.

Ia mengatakan selama penerapan kebijakan bagasi berbayar, antrean di counter d tak begitu panjang. Pasalnya, mayoritas penumpang tak banyak yang menempatkan barangnya di dalam bagasi pesawat.

“Orang sudah mulai tahu ada bagasi berbayar, jadi tidak banyak yang bawa untuk ditempatkan di bagasi. Antrean semakin cepat,” terang Putu.

Sementara, Direktur Utama PT Citilink Indonesia Juliandra Nurtjahjo menyebut perusahaan menargetkan kontribusi pendapatan bisnis kargo naik menjadi 15 persen terhadap total pendapatan perusahaan tahun ini. Namun, ia tak memastikan apakah potensi kenaikan pendapatan itu berasal dari bagasi berbayar yang sebentar lagi juga akan diterapkan oleh anak usaha PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk tersebut.

“Belum bisa menghitung (kontribusi biaya bagasi ke pendapatan), tapi begini. Kan dari bisnis kargo mau naikkan ada pertumbuhan dari 10 persen ke 15 persen,” kata Juliandra.

Secara terpisah, Ketua Indonesia National Air Carrier Association (INACA) Ari Askhara tak menampik jika kebijakan bagasi berbayar ini akan mengerek kinerja keuangan maskapai penerbangan. Ia menilai sebagai sebuah hal yang wajar bagi maskapai memungut biaya bagasi.

“Kami melihat sepanjang itu sudah disetujui oleh regulator dan memang ini sudah menjadi best practice di luar negeri,” ucap Ari.

Apalagi, maskapai penerbangan beberapa tahun terakhir melakukan perang harga karena terjadi kelebihan pasokan (oversupply) di Indonesia. Hal itu membuat kantong perusahaan semakin kempes. Walhasil, bagasi berbayar bisa menjadi obat penawar, khususnya untuk maskapai penerbangan bertarif rendah (low cost carrier/LCC).

Seperti diketahui, sejauh ini baru Lion Air dan Wings Air yang menerapkan kebijakan bagasi berbayar sejak 22 Januari 2019. Harga yang harus dibayar penumpang bervariasi ditentukan oleh rute dan jam penerbangan.

Sementara, Citilink Indonesia juga berencana mengimplementasikan kebijakan yang sama bulan depan. Perusahaan membanderol bagasinya berkisar Rp9.000 sampai Rp30 ribu kg.

CNN Indonesia

LEAVE A REPLY