Mata Uang dan Bursa Saham Asia Ciut Jelang Pengumuman The Fed

0

Pelita.Online – Nilai tukar mata uang negara-negara di kawasan Asia terpantau melemah di hadapan dolar AS pada hari ini, Rabu (13/6), tepat sehari sebelum The Federal Reserve, bank sentral Amerika Serikat (AS), mengumumkan keputusan tingkat suku bunga acuannya.

Sebelumnya, The Fed memberi sinyal akan menaikkan tingkat suku bunga acuannya sebanyak tiga kali pada tahun ini dan kenaikan kedua diperkirakan terjadi pada Juni ini.

Pelemahan tertinggi terjadi pada mata uang Korea Selatan, yaitu won hingga 0,82 persen. Diikuti, rupee India minus 0,19 persen, yen Jepang minus 0,18 persen, dan baht Thailand minus 0,13 persen.

Lalu, ringgit Malaysia melemah 0,12 persen, peso Filipina minus 0,12 persen, renmimbi China minus 0,04 persen, dolar Hong Kong minus 0,02 persen, dan dolar Singapura minus 0,01 persen.

Ibrahim, Analis sekaligus Direktur Utama PT Garuda Berjangka menilai pelemahan mata uang negara Asia dipicu oleh ketidakpastian jelang pengumuman The Fed besok. Apabila The Fed resmi mengerek suku bunga acuannya, mata uang Asia kian melemah.

“Apalagi, kalau ada sinyal kenaikan hingga empat kali dari semula masih tiga kali, maka kemungkinan dolar AS akan semakin kuat dan melemahkan yang lain,” ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Rabu (13/6).

Proyeksi Ibrahim, dolar AS bisa menguat hingga menyentuh indeks 94.28 secara harian. Sedangkan secara mingguan, bisa menguat hingga menyentuh 95.60. “Kalau pun belum ada sinyal kenaikan hingga empat kali, sentimen bagi penguatan dolar AS tetap besar,” imbuhnya.

Sejalan dengan perdagangan pasar uang, mayoritas perdagangan saham di Asia juga berada di zona merah. Tiga indeks saham China terpantau melemah, yaitu Shanghai Comp, Shanghai A-Share, dan CSI 300, masing-masing minus 0,83 persen, minus 0,88 persen, dan minus 0,93 persen.

Lalu, indeks Hang Seng dan HS China Enterprises di Hong Kong melemah 0,97 persen dan minus 1,31 persen. Kemudian, Malaysia KLCI dan Malaysia EMAS melemah 0,25 persen dan minus 0,06.

Sebelumnya, The Fed memberi sinyal akan menaikkan tingkat suku bunga acuannya sebanyak tiga kali pada tahun ini dan kenaikan kedua diperkirakan terjadi pada Juni ini.

Pelemahan tertinggi terjadi pada mata uang Korea Selatan, yaitu won hingga 0,82 persen. Diikuti, rupee India minus 0,19 persen, yen Jepang minus 0,18 persen, dan baht Thailand minus 0,13 persen.

Lalu, ringgit Malaysia melemah 0,12 persen, peso Filipina minus 0,12 persen, renmimbi China minus 0,04 persen, dolar Hong Kong minus 0,02 persen, dan dolar Singapura minus 0,01 persen.

Ibrahim, Analis sekaligus Direktur Utama PT Garuda Berjangka menilai pelemahan mata uang negara Asia dipicu oleh ketidakpastian jelang pengumuman The Fed besok. Apabila The Fed resmi mengerek suku bunga acuannya, mata uang Asia kian melemah.

“Apalagi, kalau ada sinyal kenaikan hingga empat kali dari semula masih tiga kali, maka kemungkinan dolar AS akan semakin kuat dan melemahkan yang lain,” ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Rabu (13/6).

Proyeksi Ibrahim, dolar AS bisa menguat hingga menyentuh indeks 94.28 secara harian. Sedangkan secara mingguan, bisa menguat hingga menyentuh 95.60. “Kalau pun belum ada sinyal kenaikan hingga empat kali, sentimen bagi penguatan dolar AS tetap besar,” imbuhnya.

Sejalan dengan perdagangan pasar uang, mayoritas perdagangan saham di Asia juga berada di zona merah. Tiga indeks saham China terpantau melemah, yaitu Shanghai Comp, Shanghai A-Share, dan CSI 300, masing-masing minus 0,83 persen, minus 0,88 persen, dan minus 0,93 persen.

Lalu, indeks Hang Seng dan HS China Enterprises di Hong Kong melemah 0,97 persen dan minus 1,31 persen. Kemudian, Malaysia KLCI dan Malaysia EMAS melemah 0,25 persen dan minus 0,06 persen.


Begitu pula dengan KOSPI dan KOSDAQ di Korea Selatan melemah 0,05 persen dan minus 0,17 persen. Terakhir, Thai SET dan Thai SET 50 di Thailand melemah 0,23 persen dan minus 0,24 persen.

Hanya indeks Nifty dan Sensex di India yang berhasil menguat 0,24 persen dan 0,29 persen. Diikuti Nikkei 225 dan TOPIX di Jepang menguat 0,38 persen dan 0,42 persen, serta indeks Taiwan Weighted di Taiwan menguat 0,26 persen.

Terselamatkan Libur Lebaran

Meski mata uang dan bursa saham Asia tengah tergoncang, namun pengaruh penguatan dolar AS jelang pengumuman The Fed rupanya tak dirasakan oleh Indonesia. Sebab, terselamatkan dengan pekan libur Lebaran 2018, sehingga perdagangan pasar spot dan bursa saham libur selama sepekan. 

Kendati begitu, Ibrahim meyakini The Fed mengerek suku bunga acuannya. Sentimen itu siap menggoncangkan rupiah dan bursa saham Tanah Air pada pekan depan, ketika sudah mulai beroperasi kembali.

“Mungkin, pelemahan ke rupiah bisa mencapai Rp14 ribu per dolar AS pada pekan depan,” katanya.

Hanya saja, pelemahan rupiah pada pekan depan bukan tanpa celah. Sebab, rupiah dan bursa saham bisa memanfaatkan sentimen dari internal yang datang dari rilis neraca perdagangan dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI).

Neraca perdagangan diperkirakan surplus karena peningkatan volume ekspor dan rendahnya impor saat memasuki Ramadan. Belum lagi ada BI, yang diperkirakan bakal menaikkan bunga acuan apabila The Fed menaikkan bunga acuan,” jelasnya.

Artinya, dengan sentimen besar pada pekan libur Lebaran saat ini dan sentimen positif yang siap mengisi pada saat perdagangan kembali dibuka, rupiah secara keseluruhan diproyeksi masih bisa bertahan di posisi saat ini, sekitar Rp13.800-13.900 per dolar AS. (bir)

Cnnindonesia.com

LEAVE A REPLY