Pansus pertanyakan barang sitaan KPK yang ‘hilang’, BPK turun tangan

0

Jakarta, Pelita.Online – Pansus Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan adanya barang sitaan yang ternyata tidak dilaporkanoleh KPK ke Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara atau disingkat Rupbasan di wilayah DKI Jakarta dan Tangerang.

Padahal, menurut Ketua Pansus Angket KPK Agun Gunandjar, berdasarkan undang-undang Nomor 8 tahun 81 tentang Hukum Acara Pidana, dimana ada turunannya melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 tentang pedoman pelaksanaan KUHAP, dijelaskan dengan terang bahwa terhadap barang-barang yang masih dalam penanganan perkara dari penyidikan, penuntutan, sidang, sampai kepada putusan sidang di pengadilan, semua diadministrasikan di Rupbasan.

Agun menjelaskan, temuan Pansus di lima Rupbasan di wilayah hukum Jakarta dan Tangerang tidak didapatkan data-data barang sitaan dan rampasan berupa uang, rumah, tanah, kendaraan mewah dan bangunan.

Menurutnya, DPR tak memiliki kapasitas dan kemampuan untuk mengaudit barang sitaan dan rampasan tersebut. Oleh karena itu, Pansus akan meminta bantuan BPK untuk mengauditnya

“Tindak lanjutnya telah pansus minta kan ke BPK untuk mengauditnya. Pansus juga minta adanya klarifikasi dari KPK saat hadir memenuhi panggilan atau undangan pansus. Problemnya sampai saat ini KPK nya tidak mau hadir,” ujar Agun saat dihubung, Jumat (8/9).

Senada dengan Agun, Anggota Pansus Angket KPK, Eddy Kusuma Wijaya menerangkan,PP Nomor 27 tentang pedoman pelaksanaan KUHAP, semuabarang sitaan dari para penegak hukum yang berkaitan dengan tindak pidana dan barang rampasan negara dari proses peradilan disimpan di Rupbasan sebelum barang itu diproses lebih lanjut.

“Kemudian barang-barang sitaan hasil penegakan hukum yang dilakukan oleh KPK tidak semua prosesnya sesuai KUHAP dan PP 27, tidak disimpan di Rupbasan,” ungkap Eddy.

Dia menerangkan, barang-barang sitaan yang disimpan di Rupbasan pada umumnya kebanyakan berupa barang bergerak yaitu berupa mobil dan motor, ada juga berupa gedung, bangunan, rumah, ruko, serta tanah. Namun, saat Pansus KPK melakukan pengecekan di Rupbasan Jakarta dan Tangerang tidak adasama sekali yang dititipkan.

“Kalau kita lihat dari barang sitaan saja, banyak tugas-tugas KPK yang menyimpang tidak sesuai hukum yang berlaku, maka KPK sangat perlu pengawasan, belum lagi yang berkaitan dengan tugas fungsi lainnya seperti BPK dalam hal hasil audit dan LPSK dalam hal pengaman saksi dan pelapor yang minta serta perlu pengamanan,” urainya.

Dia juga menjelaskan, Pansus KPKsendiri mendapati laporan bahwa rumah milik terpidana kasus korupsi wisma atlet Muhammad Nazaruddin sudah berpindah tangan.

“Menurut keterangan Yulianis (mantan anak buah Nazaruddin) rumah itu sudah beralih ke pihak lain. Sudah beralih kepada yang namanya Michael. Padahal rumah itu harusnya rumah Nazaruddin dan barang itu sudah disita KPK,” tutur politikus PDIP itu.

Yulianis, kata Eddy, mengetahui betul mengenai rumah tersebut karena dia yang mengurus pembelian pengurusan surat-surat rumah yang terletak di Duren Tiga itu.

Ada pula mobil-mobil mewah milik terpidana korupsi pembangunan tiga Puskesmas dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tangerang Selatan pada 2011-2012 yang merugikan keuangan negara Rp 9,6 miliar, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan. Dari 74 mobil mewah yang disita KPK, ada 11 yang tidak dilaporkan ke Rupbasan.

“Menurut informasi barang-barang ini sudah dialihkan ke orang lain. Ini kalau terjadi kan berarti nggak benar dalam menyita barang-barang yang berkaitan dengan hak-haknya para tersangka,” sebut mantan purnawirawan Polri itu.

Dia menegaskan, jika terbukti adanya aset milik koruptor yang disita tapi tidak dilaporkan ke Rupbasan, KPK bisa disebut melakukan pelanggaran.

“Kalau misalnya kita temukan tidak disimpan di Rupbasan, berarti ada suatu pelanggaran hukum dong yang dilakukan oleh pihak KPK,” pungkas Eddy.

Terkait hal ini, Jubir KPK Febri Diansyah mengakui bahwa tidak semua barang sitaan KPK dititipkan ke Rupbasan. Sebab, ada keterbatasan rupbasan untuk menampung barang-barang sitaan.

“Kalau kita serahkan semuanya pada rupbasan, justru ada risiko. Misalnya, kerusakan karena biaya pengelolaan atau biaya perawatan,” kata Febri di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (5/9).

Menurutnya, concern KPK ialah penyelamatan kerugian negara. Ada perbedaan aturan antara rupbasan dan KPK. Pasalnya, rupbasan mengacu pada KUHAP yang menyatakan semua bukti tindak pidana harus diserahkan ke rupbasan. Untuk kasus korupsi, kata dia, kebutuhan yang paling mendasar ialah memastikan nilai dari aset yang disita tidak turun secara signifikan.

Dia mencontohkan, sitaan seperti mobil mewah atau aset berharga lain, jika nilainya fluktuatif, tentu berisiko kalau tidak dikelola maksimal. Selain itu, soal aset tidak bergerak seperti tanah, ujar Febri, tidak mungkin dititipkan.

“Jadi, ini menjadi kebutuhan kita ke depan tentang RUU Perampasan Aset terkait pengelolaan aset yang disita atau dirampas untuk negara,” ucap Febri.

Merdeka.com

LEAVE A REPLY