Pedihnya Nelayan Berjibaku dengan Pencemaran Teluk Jakarta

0

pelita.online-Pagi dini hari di dermaga Muara Angke menjadi pemandangan biasa, iring-iringan perahu nelayan menuju perairan di Teluk Jakarta. Mereka dengan suara khas mesin diesel, menuju ke tengah laut dengan satu tujuan yakni mengais-ngais isi laut agar dapat bertahan hidup di kota metropolitan ini.

Para nelayan ini tidak semuanya mencari ikan dengan cara menjaring, namun banyak juga yang mengkhususkan diri mencari kerang, teripang dan kepiting dengan cara menyelam. Spesialis menyelam ditunjang dengan bekal rantai besi yang digunakan sebagai pemberat, masker selam, kacamata renang, selang, tali dan kompresor udara setiap harinya bergulat mencari kerang, teripang dan kepiting di dasar laut .

Berlatar belakang apartemen menjulang dan deretan kapal-kapal mewah di Pantai Mutiara, Jakarta Utara, mereka pun terus memacu perahunya ke tengah laut. Sampai di lokasi tujuan, mereka lantas menurunkan jangkar serta bersiap untuk melakukan aksinya.

Mereka memulainya dengan melempar selang dan tali ke permukaan laut. Ritual berikutnya menyalahkan kompresor serta memastikan selang yang panjangnya lebih dari 10 meter itu menyalurkan udara sampai ke masker selam, mengenakan sabuk dari rantai besi, mengalungkan keranjang dan byur mereka menceburkan diri ke dalam laut.

Butuh waktu sekitar 15 menit keranjang di leher mereka sudah penuh dengan kerang, teripang dan kepiting. Semua itu terus dilakukan berulang-ulang hingga keranjang di perahu penuh, barulah mereka kembali ke Pelabuhan Muara Angke untuk menjual hasil tangkapannya.

Kelihatannya mudah. Kenyataannya tidak demikian. Para nelayan itu harus bertaruh dengan nyawa karena mengandalkan hidupnya dari kompresor dan selang. Banyak kecelakaan disebabkan kompresor mati mendadak atau selang yang tidak sengaja terlipat.

Banyak dari nelayan ini kehilangan pendengaran karena mengalami kecelakaan kerja di kedalaman 10 meter. Hal ini terjadi karena mereka harus menahan nafas agar bisa selamat sampai permukaan. Meski rantai pemberat di lepas, tetap butuh waktu agar sampai permukaan apalagi di leher mereka masih tergantung keranjang yang tentunya sangat berat kalau sudah terisi muatan.

Persoalan tak sampai di situ. Pencemaran di Teluk Jakarta membuat para penyelam ‘alami’ ini harus pintar-pitar memilih lokasi. Menurut pengakuan nelayan-nelayan ini kalau kondisi perairan Jakarta sedang tercemar berat di bawah laut tidak terlihat apapun. Mereka memilih pindah lokasi ketimbang menginjak ikan pari atau bulu babi, serta hewan beracun lainnya.

Persoalan limbah ini memang menjadi masalah serius di Teluk Jakarta. Terdapat 13 sungai yang masuk ke Ibu Kota dan semuanya bermuara ke Teluk Jakarta. Persoalannya hampir semua sungai itu membawa limbah, tidak hanya sampah tetapi juga bahan-bahan kimia.

Kondisi ini membuat Teluk Jakarta tercemar logam berat, seperti dilaporkan Antara. Hal ini dapat dilihat dari hewan-hewan pasif di dasar laut seperti Kerang Hijau (Perna Viridis) yang mampu hidup dan menyerap logam berat. Dalam kandungan Kerang Hijau di Teluk Jakarta terdapat kandungan merkuri (Hg), kadmium (Cd), timbal (Pb), krom (Cr) dan timah (Sn).
Dengan demikian nelayan yang berprofesi sebagai penangkap kerang harus lebih jauh lagi mencari buruannya. Tentunya kondisi ini membuat biaya operasional semakin meningkat sehingga pada akhirnya menggerus pendapatan mereka.

Nasib yang sama juga menimpa nelayan penangkap ikan. Ribuan nelayan di pesisir Teluk Jakarta mengaku hasil tangkapannya kian berkurang akibat pencemaran. Bahkan beberapa nelayan mengaku kerap mengalami kerugian akibat tidak mampu menutup biaya operasional.

Sumber: BeritaSatu.com

LEAVE A REPLY