Penguatan Rupiah Buat Saham BSD dan Pakuwon Kian Menarik

0
ilustarasi

Pelita.Online, Jakarta – Keperkasaan rupiah beberapa waktu terakhir menjadi angin segar bagi emiten properti. Beban perusahaan untuk membayar utang berdenominasi dolar Amerika Serikat (AS) setidaknya tak akan seberat tahun lalu.

Maklumlah, tak sedikit emiten properti yang memiliki utang berbentuk dolar AS. Dengan begitu, bila rupiah melemah terhadap dolar AS seperti tahun lalu maka perusahaan harus membayar lebih banyak. Sebaliknya, jika dolar AS tunduk pada rupiah, beban utangnya akan berkurang.

Analis BCA Sekuritas Achmad Yaki mengatakan PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI) merupakan salah satu emiten yang memiliki utang berdenominasi dolar AS. Bahkan, jumlahnya meningkat pada kuartal III 2018 dibandingkan dengan kuartal III 2017.

Mengutip laporan keuangan emiten berkode ASRI ini, perusahaan memiliki dua utang obligasi sebesar US$235 juta atau tercatat dalam keuangan perusahaan sebesar Rp3,5 triliun dan US$245 juta atau Rp3,65 triliun.

Tak hanya dua emiten ini, Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji Gusta Utama mengatakan penguatan rupiah juga berdampak positif terhadap PT Pakuwon Jati Tbk. Emiten dengan kode PWON ini memiliki utang dolar AS dari penerbitan obligasi sebesar US$250 juta atau setara Rp3,73 triliun.
Namun, angka itu belum dikurangi dan ditambah dengan diskon, biaya emisi obligasi, dan amortisasi biaya perolehan. Usai dikurangi dan ditambah, total kedua utang obligasi ini sebesar Rp7,08 triliun. Angkanya naik dibandingkan periode kuartal III 2017 yang hanya Rp6,4 triliun.

Seperti diketahui, rupiah pada tahun lalu sempat menyentuh Rp15.200 per dolar AS. Tak hanya itu, mata uang nasional juga tak sebentar bertengger di area Rp14.900-Rp15 ribu per dolar AS.

Tak ayal, rugi kurs yang dialami Alam Sutera Realty tercatat sebesar Rp516,59 miliar. Padahal, pada kuartal III 2017 lalu jauh lebih rendah hanya Rp13,85 miliar.

Beruntung, rupiah beberapa waktu terakhir terus kokoh dan betah di area Rp14 ribu per dolar AS. Bahkan, rupiah juga sempat menyentuh area Rp13.900 per dolar AS.
“(Dengan penguatan rupiah sekarang) bagus buat beberapa emiten yang punya utang dalam bentuk mata uang asing tinggi seperti Alam Sutera Realty dan PT Bumi Serpong Damai Tbk,” kata Achmad kepada CNNIndonesia.com, Senin (14/1).

Utang dolar AS yang dimiliki Bumi Serpong Damai kurang lebih sama dengan Alam Sutera Realty, di mana utang berasal dari penerbitan obligasi berdenominasi dolar AS. Beberapa obligasi itu dikeluarkan oleh anak usaha Bumi Serpong Damai, yakni Global Prime Capital Pte. Ltd.

Anak usaha emiten berkode BSDE itu beberapa kali merilis obligasi sejak 2015 dan jatuh tempo mulai dari 2020 mendatang. Bila dirinci, pada 2015 lalu perusahaan merilis obligasi sebesar US$225 juta, pada 2016 sebesar US$200 juta, kemudian pada 2017 sebesar US$70 juta, dan tahun lalu sebesar US$250 juta.

Adapun, pada kuartal III 2018 lalu perusahaan juga mencatatkan peningkatan rugi kurs menjadi Rp404,54 miliar, sedangkan pada periode yang sama tahun sebelumnya jumlah rugi kurs sebesar Rp25,42 miliar.
Namun, setelah dikurangi biaya transaksi pinjaman yang belum diamortisasi, jumlahnya susut menjadi Rp3,68 triliun.

“Kalau rupiah menguat seperti ini maka ada potensi perbaikan kinerja emiten properti secara fundamental, misalnya kenaikan laba bersih karena beban utang tidak lagi besar,” papar Nafan.

Permintaan Properti Meningkat

Nafan meramalkan jumlah pembelian aset properti semakin menggeliat tahun ini karena kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) berpotensi tak sebanyak tahun lalu. Hal ini lantaran sikap The Fed yang tak akan agresif mengerek suku bunga acuannya tahun ini.
“Efek positifnya ada pertumbuhan kredit untuk pembelian properti. Jadi ada kenaikan juga pada kinerja emiten properti nantinya,” tutur Nafan.

Seperti diketahui, bank sentral AS mengerek suku bunga acuan sebanyak empat kali pada 2018 menjadi 2,25-2,5 persen. Sementara, BI telah menaikkan suku bunga acuannya enam kali tahun lalu menjadi 6 persen.

Belum lagi, Achmad mengatakan pemerintah juga berencana menghapus Pajak Penghasilan (PPh) 22 dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk pembelian rumah. Walaupun belum pasti kapan penerapannya, tapi ia meyakini itu akan menarik minat masyarakat untuk membeli rumah.

“Saham Alam Sutera Realty dan Bumi Serpong damai juga ada sentimen dari pelonggaran PPnBM rumah mewah,” terang Achmad.
Bila kebijakan tersebut benar-benar direalisasikan tahun ini, pendapatan dan laba bersih emiten properti jelas akan meningkat dari 2018 lalu. Sejumlah analis menyarankan pelaku pasar untuk mengempit saham emiten properti untuk jangka panjang.

Sebagai informasi, ketiga saham itu kompak mendarat di teritori positif pada Jumat (11/1) lalu. Bila dirinci, saham Alam Sutera Realty menguat 0,58 persen ke level Rp348 per saham, Bumi Serpong Damai naik 1,37 persen ke level Rp1.480 per saham, dan Pakuwon Jati melesat 3,05 persen ke level Rp675 per saham.

Dari sisi kinerja keuangannya, mayoritas emiten membukukan penurunan laba bersih pada kuartal III tahun lalu. Bumi Serpong Damai menjadi emiten yang membukukan penurunan paling anjlok, yakni mencapai 73,97 persen menjadi Rp599,16 miliar dari sebelumnya yang menyentuh Rp2,3 triliun.

Kemudian, laba bersih Alam Sutera Realty turun 42,76 persen dari Rp1,11 triliun menjadi hanya Rp638,99 miliar. Pakuwon Jati justru lebih beruntung, laba bersihnya berhasil meningkat 25,35 persen menjadi Rp1,78 triliun dari Rp1,42 triliun.

CNN Indonesia

LEAVE A REPLY