Rekam Jejak Pengadil Praperadilan Setya Novanto

0

Jakarta, Pelita.Online – Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Cepi Iskandar akan menjadi pengadil dalam sidang praperadilan yang diajukan Setya Novanto.

Cepi bukan hakim kemarin sore. Juru Bicara Mahkamah Agung (MA), Suhadi bahkan mengakui jika Hakim Madya Utama PN Jaksel itu merupakan salah satu hakim senior yang dimiliki MA.

“Hakim yang ditugaskan di Jakarta itu hakim-hakim senior, termasuk senior itu Cepi,” jelas Suhadi saat dihubungi Metrotvnews.com, Kamis, 7 September 2017.

Dari rekam jejak yang berhasil dikumpulkan Metrotvnews.com dari berbagai sumber, Cepi telah malang melintang di ranah yudikatif Indonesia. Cepi sempat bertugas di beberapa pengadilan negeri di Indonesia. Tercatat, sebelum di PN Jakarta Selatan, ia sempat menduduki posisi Ketua PN Purwakarta pada tahun 2013 hingga 2015.

Selain itu pria kelahiran Jakarta, 15 Desember 1959 itu sempat menjabat sebagai Wakil Ketua PN Depok. Jabatan tersebut dipegang Cepi sebelum dipindahtugaskan ke PN Purwakarta.

Cepi juga diketahui sempat bertugas sebagai pengadil di PN Bandung. Bahkan, ia sempat dipercaya sebagai Humas PN Bandung. Dia juga pernah bertugas di PN Tanjung Karang, Provinsi Lampung dalam kurun waktu 2011 hingga 2012.

Sepanjang kariernya sebagai pengadil di meja hijau, Cepi setidaknya tercatat tiga kali bersinggungan dengan perkara korupsi. Pada tahun 2007 saat masih bertugas di PN Bandung, Cepi sempat ditunjuk sebagai ketua majelis hakim dalam perkara pengadaan buku fisika dan biologi untuk sekolah menengah pertama dengan terdakwa Joko Sulistio.

Joko yang saat itu mejabat sebagai ketua pengadaan buku SLTP pada Dinas Provinsi Jawa Barat divonis bebas oleh Cepi. Dalam amar putusannya, majelis hakim yang dipimpin Cepi menyebut, tidak ada penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Joko dalam proyek tersebut.

Dalam pertimbangannya sebelum memutus bebas, Cepi dan hakim anggota lainnya menilai, Joko sebagai pimpinan proyek pengadaan buku senilai Rp14 miliar telah menjalankan proyek sesuai prosedur. Majelis hakim juga menilai tak ada penggelembungan dana dalam pelaksanaan proyek tersebut.

Padahal, sebelumnya, terungkap adanya korupsi yang diduga terjadi lantaran penunjukan langsung PT Balai Pustaka sebagai penerbit. Dalam kasus ini, negara disebut merugi hingga Rp4,9 miliar. Atas perbuatannya itu, jaksa penuntut umum menuntut Joko divonis lima tahun penjara, denda Rp200 juta, serta mengganti kerugian negara sebesar Rp4,951 miliar, tapi tak dikabulkan Cepi.

Kemudian, medio 2011, saat bertugas di PN Tanjung Karang, Cepi sempat memimpin majelis hakim dalam perkara korupsi pengadaan alat customer information system (CIS) dengan terdakwa Hariadi Sadono. Hariadi merupakan mantan Direktur PT PLN (Persero) Lampung.

Pada perkara korupsi yang merugikan negara hingga Rp42,3 miliar itu Cepi menjatuhkan vonis empat tahun penjara dan denda sebesar Rp250 juta subsider 36 bulan kurungan penjara. Cepi juga menjatuhkan vonis tambahan berupa uang pengganti sebesar RP137,38 juta subsider dua tahun kurungan apabila tak dibayarkan.

Putusan yang dijatuhkan Cepi saat itu terhitung lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum. Dalam pembacaan surat tuntutan, jaksa meminta hakim memvonis Hariadi hukuman enam tahun penjara dan denda Rp500 juta.

Selanjutnya, pada tahun 2012, masih di PN Tanjung Karang, Cepi sempat mengadili mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandar Lampung, Sauki Shobier dalam perkara korupsi dana retensi pembangunan infrastruktur senilai Rp1,9 miliar. Pada perkara ini, Cepi menghukum Sauki 18 bulan kurungan penjara serta denda Rp75 juta subsider tiga bulan kurungan.

Sementara itu, di PN Jaksel belum lama ini, nama Cepi juga sempat menghiasi media massa. Ia ditunjuk sebagai hakim tunggal dalam praperadilan yang diajukan oleh Hary Tanoesoedibjo atas penetapan status tersangka dalam kasus dugaan pesan ancaman kepada Kepala Subdirektorat Penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Yulianto melalui pesan singkat.

Dalam sidang praperadilan itu, hakim Cepi menolak eksepsi dan seluruh gugatan praperadilan Bos MNC Group itu. Atas putusan tersebut, ia menilai polisi telah memiliki bukti permulaan yang cukup dalam proses penetapan tersangka.

Perlu Pengawasan Ketat

Kini sorotan media kembali mengarah kepada Cepi. Ia ditunjuk sebagai hakim tunggal untuk mengadili gugatan praperadilan Ketua DPR Setya Novanto atas status tersangka yang disematkan padanya dalam perkara korupsi KTP-el yang merugikan negara hingga Rp2,3 triliun itu.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Lalola Easter, saat dikonfirmasi Metrotvnews.com, dengan tegas langsung meminta Komisi Yudisial (KY) sebagai lembaga pengawas hakim, serta MA sebagai lembaga yang menaungi para hakim untuk mengawasi jalannya persidangan praperadilan tersebut. Pasalnya, bukan tidak mungkin, sidang tersebut berpotensi diintervensi oleh pihak-pihak yang berkepentingan.

“Sebenarnya sudah kita wanti-wanti sejak lama. Hakim-hakim ini jadi pihak-pihak yang paling rentan, sangat mungkin ada upaya-upaya intervensi,” kata perempuan yang akrab disapa Lola itu.

KY dan MA, lanjut Lola, seharusnya bisa secara aktif melakukan pengawasan dan juga memantau jalannya sidang praperadilan, khususnya untuk Badan Pengawas (Bawas) MA, yang selama ini dinilai masih bergerak secara pasif. “Rasanya harus mulai dipikirkan ulang metodenya, jadi kalau ada perkara yang ada potensi-potensi intervensi misalnya, atau expose publik yang luas, itu harus diawasi,” tegas Lola.

Jubir MA, Suhadi memastikan, pengawasan bakal dilakukan secara ketat. Apalagi, soal pengawasan hakim juga sudah tercantum dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) nomor 7, 8, dan 9 tahun 2016. Ia menjelaskan, dalam Perma nomor 7 mengatur soal disiplin hakim. Seorang hakim, kata dia, harus disiplin tinggi, tidak macam-macam, tidak boleh sembarangan, dan harus profesional.

Sementara itu, di Perma nomor 8 mengatur soal pengawasan dari atasan langsung hakim yang bersangkutan, dalam hal ini ketua pengadilan negeri tempat hakim itu bekerja. “Jadi, kalau ditemukan ada pelanggaran, dia (ketua pengadilan negeri) tidak mengenakan sanksi, atasan yang kena sanksi,” beber Suhadi.

Namun demikian, lanjut Suhadi, jika sudah masuk dalam teknik yuridis, semua pihak tidak bisa mengintervensi hakim, termasuk MA, Pengadilan Tinggi, dan KY. “Tidak boleh mencampuri kalau sudah masuk ruang sidang,” tandasnya.

Di lain pihak, KY juga memastikan bakal melakukan pemantauan atas kasus ini dengan dua metode, yakni secara tertutup dan terbuka. Penggunaan metode sangat bergantung pada penilaian internal tentang urgensi kasus yang dihadapi.

Juru Bicara KY, Farid Wajdi memastikan pihaknya bakal mengawal proses persidangan dengan itikad yang baik dan sesuai dengan peran yang diberikan. Kendati begitu, KY tak akan mengomentari hal-hal yang menyerempet substansi perkara, mengingat proses hukum yang sedang berlangsung dan independensi hakim harus tetap dijaga.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai pihak yang menangani perkara korupsi KTP-el pun mempercayai independensi hakim. Melalui juru bicaranya, Febri Diansyah, KPK memercayai hakim yang ditunjuk oleh ketua pengadilan.

“(Kami) percaya hakim akan independen, imparsial, dan hanya memutus berdasarkan fakta hukum yang ada,” jelas Febri.

Metrotvnews.com

LEAVE A REPLY