Rizal Ramli Kritik Pencapaian Penerimaan ‘Semu’ Sri Mulyani

0

Pelita.Online, Jakarta — Mantan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri Indonesia era Gus Dur Rizal Ramli menyindir Menteri Keuangan Sri Mulyani yang membanggakan capaian penerimaan negara yang mencapai target tahun lalu. Pasalnya, peningkatan penerimaan lebih banyak disebabkan oleh kenaikan harga komoditas, termasuk minyak mentah.

Rizal mengungkapkan anggaran negara masih sangat bergantung pada harga komoditas. Jika harga komoditas naik maka kondisi keuangan negara akan ‘baik’.

Hal itu tercermin pada tahun lalu. APBN 2018 mengasumsikan harga minyak mentah Indonesia (ICP) di level US$48 per barel. Realisasinya, Kementerian ESDM mencatat rata-rata harga ICP sepanjang tahun lalu, US$67,47 per barel.

“Penerimaan (negara) terlihat naik tetapi itu tidak terkait dengan kinerja pemerintah, hanya karena harga minyak di atas asumsi pada anggaran. Lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengklaim ‘Kami sukses dalam meningkatkan pendapatan’. Itu merupakan alasan yang dibuat-buat karena pendapatan dari sektor lain turun,” ujar Rizal dalam Foreign Media Briefing di Prabowo-Sandi Media Center, Jakarta (Jumat 11/1).

Lihat juga: Rizal Ramli Ngopi Bareng Anies: Indonesia Masih Belum Jelas

Sebagai catatan, tahun lalu, Sri Mulyani menyebutkan penerimaan negara mencapai Rp1.942,3 triliun atau mencapai 102,5 persen dari target di APBN 2018 senilai Rp1.894,7 triliun. Artinya, pendapatan negara tumbuh 16,6 persen atau lebih baik dari 2017 yang hanya sekitar 7,1 persen.
Rizal mengingatkan kinerja keuangan pemerintah memang terlihat baik. Namun, pemerintah mengorbankan laba perusahaan pelat merah seperti PT PLN (Persero) dan PT Pertamina (Persero) yang dipaksa membantu subsidi.

Pria yang juga pernah menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman di era Joko Widodo (Jokowi) ini menilai rezim Jokowi gagal mengambil kebijakan makroekonomi. Akibatnya, defisit transaksi berjalan (current account deficit) Indonesia mencapai US$8,8 miliar pada kuartal III 2018.

Padahal, negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, dan Vietnam masih mencatatkan surplus. Bahkan, CAD Filipina hanya US$1,25 miliar.

Tak ayal, Rizal menilai argumen pemerintah yang kerap menyalahkan kondisi eksternal menjadi terbantahkan.”Kalau ini semata-mata faktor eksternal, bagaimana bisa negara lain di ASEAN tetap bisa menghasilkan transaksi berjalan yang surplus,” ujarnya.

Cnnindonesia.com

LEAVE A REPLY