Tok! PT Pontianak Hukum Mati Napi Pengendali Narkoba

0

Pelita.online – Pengadilan Tinggi (PT) Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar) memperberat hukuman Hendrik Cendra (42) dari penjara 20 tahun menjadi menjatuhkan hukuman mati. Hendrik terbukti terlibat dalam peredaran 22 kg sabu dan 1.993 butir pil ekstasi.

Hal itu tertuang dalam putusan PT Pontianak dalam website Mahkamah Agung (MA), Jumat (27/11/2020). Dalam berkas itu disebutkan Hendrik adalah terpidana yang sedang meringkuk di Rutan Pontianak untuk menjalani masa hukuman selama 20 tahun.

Penjara tidak membuat Hendrik kapok. Pada April 2017, ia ditelepon oleh Titi dan mengabari akan ada penyelundupan sabu. Hendrik langsung paham dan ia segera menggerakkan anak buahnya yang di luar untuk melakukan estafet narkoba.

Ternyata estafet narkoba anak buah Hendrik tercium anggota tim Polda Kalbar. Mereka dibekuk tidak jauh dari Rutan Pontianak.

Tim Polda Kalbar langsung menyasar ke Rutan Pontianak dan melakukan koordinasi dengan pihak Rutan. Akhirnya, Hendrik diambil dan diproses kembali untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Pada 11 Agustus 2020, PN Pontianak hanya menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup kepada Hendrik. Hukuman itu jauh di bawah tuntutan jaksa yang menuntut hukuman mati. Jaksa tidak terima dan mengajukan banding.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Hendrik Cendra Ali Aluk Anak Hartoto Tjendra karena itu dengan pidana mati,” ujar majelis dengan ketua Sunaryo Wiryo dan anggota majelis Mion Ginting dan Syamsul Qamar.

Majelis menyatakan hukuman mati bukan merupakan balas dendam tetapi agar dapat menimbulkan efek jera kepada masyarakat lain agar tidak berbuat hal yang sama. Apalagi yang bersangkutan merupakan warga binaan yang merupakan narapidana dalam kasus yang sama.

“Oleh karena itu terdakwa harus dijatuhi pidana yang setimpal dengan kesalahannya sesuai dengan rasa keadilan yang ada dan tumbuh dalam masyarakat,” ucap majelis.

Majelis menegaskan, kejahatan narkotika harus ditindak secara tegas khususnya oleh para penegak hukum dan seluruh lapisan masyarakat. Hal itu untuk menyelamatkan bangsa dan rakyat Indonesia dari bahaya narkotika. Selain itu, peredaran gelap narkotika sudah merupakan sindikat perdagangan Internasional dan menjadikan Indonesia sebagai pasar perdagangan narkotika.

“Hal ini dapat patut diduga dibuktikan banyaknya Warga Negara Indonesia bekerja sama dengan Warga Negara Asing untuk memasukan Narkotika ke wilayah Indonesia , khususnya lewat/melalui wilayah hukum Pengadilan Tinggi Kalimantan Barat,” papar majelis.

“Dari fakta-fakta tersebut diatas pemberantasan narkotika di bumi Indonesia telah menjadi program pemerintah yang masuk dalam kejahatan ekstra ordinary crime yaitu, kejahatan yang harus ditangani dengan cara luar biasa,” sambung majelis dalam pertimbangannya.

 

Sumber : Detik.com

LEAVE A REPLY