Transaksi Asing ‘Pompa’ Harga Saham Emiten Kapitalisasi Besar

0
Gambar ilustrasi

Pelita.Online, Jakarta – Transaksi investor asing terhadap saham emiten berkapitalisasi besar(big capitalization/big cap) akan memompa pergerakan saham lebih cepat sepanjang pekan ini. Maklum, perilaku pelaku pasar asing biasanya akan membius investor lokal untuk melakukan transaksi beli pada saham pilihannya.

Saham yang berpotensi menjadi pilihan para investor adalah saham-saham yang masuk dalam 20 emiten dengan nilai kapitalisasi terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Beberapa di antaranya, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI), PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), dan PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN).

Analis Panin Sekuritas William Hartanto menjelaskan pelaku pasar asing tertarik untuk mengonsumsi lima saham itu karena kinerja keuangan perusahaan yang stabil hingga kuartal III 2018 kemarin.

“Menurut saya memang karena faktor fundamental,” tutur William kepada CNNIndonesia.com, Senin (7/1).

Mengutip laporan keuangan emiten masing-masing, laba bersih BCA tumbuh 9,9 persen menjadi Rp18,5 triliun, laba BNI naik 12,6 persen menjadi Rp11,44 triliun, dan cuan Kalbe Farma meningkat 1,69 persen menjadi Rp1,8 triliun. Kemudian, Unilever Indonesia dan Charoen Pokphand Indonesia masing-masing meraup untung Rp7,3 triliun atau naik 39,84 persen dan Rp3,47 triliun dengan kenaikan 79,79 persen.

Terkait harga saham, Charoen Pokphand Indonesia menguat signifikan pada akhir pekan lalu dibandingkan keempat saham lainnya, yakni 3,81 persen menjadi Rp7.500 per saham. Diikuti saham Kalbe Farma yang meningkat 1,95 persen ke level Rp1.570 per saham, Unilever Indonesia 0,63 persen ke level Rp47.800 per saham, BCA 0,48 persen ke level Rp26.025 per saham, dan BNI stagnan di level Rp8.725 per saham.

“Untuk target sahamnya pekan ini BCA Rp27 ribu per saham, BNI Rp8.900 per saham, Kalbe Farma Rp1.650 per saham, Unilever Indonesia Rp48.500 per saham, dan Charoend Pokphand Indonesia Rp7.700 per saham,” papar William.

Transaksi investor asing memang terus mengalir sejak awal tahun ini. Sepanjang pekan lalu saja, BEI mencatat pelaku pasar asing tercatat beli bersih (net buy) di seluruh pasar sebesar Rp789 miliar. Seluruh pasar yang dimaksud terdiri dari transaksi pasar tunai, negosiasi, dan reguler.

Memiliki penilaian yang sama, Kepala Riset Paramitra Alfa Sekuritas Kevin Juido menyebut transaksi asing juga akan mempengaruhi investor dalam negeri melakukan aksi beli, sehingga Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpotensi terus melaju di zona hijau minggu ini.

Pemicu transaksi asing itu, kata Kevin, antara lain peluang The Fed yang hanya menaikkan suku bunga acuan sebanyak dua kali tahun ini atau lebih sedikit dibandingkan pada 2018 lalu. Hal tersebut membuat mata uang negara Indonesia dan negara tetangga menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

“Kemarin saja rupiah akhir pekan sampai di Rp14.270 per dolar AS kan. Jadi banyak investor lari ke saham dulu karena sikap The Fed ini,” ujar Kevin.

Ia mengatakan penguatan rupiah ini juga menjadi berita bagus untuk emiten berbasis impor. Sebab, dana yang dikeluarkan perusahaan untuk membeli barang impor tersebut lebih murah dibandingkan ketika rupiah melemah beberapa waktu lalu.

“PT Mitra Adiperkasa Tbk cukup oke, kurs dolar AS kan melemah karena banyak barang impor yang dijual,” jelas Kevin.

Terlebih, penjualan emiten ritel diramalkan kian ciamik tahun ini ditopang oleh kegiatan politik, seperti kampanye jelang pemilihan presiden (pilpres) pada April 2019 mendatang.

“Biasanya kan partai-partai belanja baju atau bendera, jadi belanja di ritel naik,” tutur Kevin.

Kondisi ini juga akan membuat daya beli masyarakat meningkat. Kevin menjelaskan keuntungan yang diraup industri padat karya dipastikan semakin menjulang, sehingga karyawannya juga lebih makmur dari sisi pendapatannya.

“Kalau orang model menengah ke bawah yang biasanya makan tahu tempe nanti naik jadi makan ayam, lalu belanja pakaian juga begitu. Kalau pendapatan semakin besar, biasanya gaya hidup juga disesuaikan,” terang Kevin.

Selain Mitra Adiperkasa, Kevin juga menyarankan pelaku pasar untuk mencermati saham PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS). Menurutnya, harga saham kedua emiten ini masih murah atau undervalue.

Murah atau mahalnya suatu saham biasanya dilihat dari price earning ratio (PER). Pada Jumat (4/1) kemarin, PER Ramayana Lestari Sentosa sebesar 14,44 kali dan berakhir di level Rp1.430 per saham, lalu Mitra Adiperkasa sebesar 17,78 kali dengan harga saham di level Rp800 per saham.

“Survei keyakinan konsumen juga akan rilis, diprediksi membaik,” sambung Kevin.

Sebelumnya, data Bank Indonesia (BI) mencatat Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) November 2018 sebesar 122,7. Angka itu meningkat dari bulan sebelumnya yang hanya 119,2. (lav)

cnnindonesia.com

LEAVE A REPLY