Dituding Jadi Back Up Mafia Tanah, Ini Jawaban Polisi

0

pelita.online-Polda Metro Jaya, membantah tudingan telah mem-back upmafia tanah, kemudian menetapkan tersangka tanpa pemeriksaan dan bukti palsu, serta memeriksa tersangka dalam kondisi sakit, terkait perkara sengketa tanah seluas 7.999 meter persegi, di wilayah Kembangan, Jakarta Barat.

“Ada beberapa hal harus diklarifikasi. Pertama adanya dugaan bahwa Polda Metro Jaya khususnya salah satu Subdit (Resmob), memback up mafia tanah. Yang dilakukan oleh Polda Metro itu adalah melaksanakan laporan polisi. Laporan polisi tentang apa, tentang Pasal 167 KUHP., kemudian Pasal 170, Pasal 406 dan Pasal 335. Tapi muara di Pasal 167 KUHP. Di dalam Pasal 167 KUHP itu pidana pokoknya adalah memasuki perkarangan orang lain, menduduki. Pelapornya adalah PT P,” ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Tubagus Ade Hidayat, di Mapolda Metro Jaya, Senin (8/3/2021).

Dikatakan Tubagus, untuk mendindaklanjuti laporan ini maka yang perlu dilakukan oleh penyidik pertama adalah mengecek siapa yang berhak atas tanah tersebut berdasarkan dari dokumen.

“Jadi bukan mem-back up tapi menindaklanjuti laporan polisi dari pelapor. Laporannya memasuki pekarangan tanpa izin. Berhak kah orang ini laporan? berhak kah orang itu yang menduduki lahan? Kemudian dilakukan penelusuran terhadap siapa yang berhak atas lahan itu,” ungkapnya.

Tubagus menyampaikan, setelah pendalaman, ada dua produk dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) berupa sertifikat hak guna bangunan atas nama PT P.

“Kemudian berdasarkan SK Kanwil DKI ada pembatalan. Di situ penyidikan di-pending, tidak berjalan. Kemudian, setelah SK pembatalan itu dikeluarkan SK Menteri yang menganulir pembatalan tersebut. Sehingga hak itu balik lagi kepada PT P berdasarkan sertifikat. PT P dalam struktur perkara adalah sebagai pelapor. Polda Metro Jaya menindak lanjuti laporan itu, bagaimana proses SK tersebut. Jadi bukan mem-backup tapi menindaklanjuti laporan polisi. laporan dikeluarkan oleh yang berhak. Haknya timbul karena adanya surat keputusan Menteri ATR/BPN. Jadi bukan mem-back up, tapi menindaklanjuti laporan polisi,” katanya.

Menurut Tubagus, kedua Polda Metro Jaya dituding menetapkan tersangka tanpa melakukan pemeriksaan sebagai saksi terlebih dulu.

“Saya jawab bahwa penetapkan tersangka didasari dengan dua alat bukti, minimal. Alat bukti tersebut sudah dilakukan gelar perkara sehinga kita tetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka (Damiri alias D yang mengaku sebagai ahli waris dan menduduki lahan). Terhadap penetapan tersangka ini, Polda Metro Jaya diajukan praperadilan, dan sudah ditolak, permohonannya ditutup. Artinya, penetapan tersangka itu sudah diuji di Pengadilan Negeri. Terhadap penetapan tersangka D itu sudah dilakukan uji di praperadilan Negeri Jakarta selatan, dan sudah ditutup perkaranya,” jelasnya.

Tubagus menambahkan, ketiga penyidik disebut memeriksa tersangka dalam keadaan sakit. “Kata sakit di sini harus diartikan secara jelas kalau yang bersangkutan tidak bisa, kondisinya pada saat itu tidak bisa dilakukan pemeriksaan, benar. Kenapa? karena kalau sakit itu diartikan secara umum, orang yang punya sakit menahun tidak akan pernah bisa diperiksa. Tetapi harus diuji kalau sakitnya ini ke Biddokkes, kemudian keluar berita acara pemeriksaan dari Biddokkes bahwa yang bersangkutan layak untuk dilakukan pemeriksaan,” ucapnya.

Keempat, kata Tubagus, penetapan tersangka disebut didasarkan dari bukti-bukti palsu. “Dasar penyidikan kita menggunakan produk negara yang resmi. Perkara ini secara perdata sudah berproses sejak tahun 2002. Kemudian terhadap ini sudah ada tiga kali dilakukan keputusan. Ini yang kemudian dijadikan dasar oleh pihak terlapor atau dalam hal ini pihak tersangka (menduduki lahan). Padahal terhadap itu sudah selesai dengan dilakukannya akte notaris nomor 8, nomor 9 dan nomor 10 (akte perdamaian), dan terakhir dari perjalanan perkara ini ujungnya kemudian ditetapkan surat keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang ditetapkan bahwa di atas lahan tersebut adalah berlaku sertifikat AJB atas nama PT P, dia sebagai pelapor di Polda Metro Jaya,” tandasnya.

Sebelumnya pada pemberitaan di media, Charles Ingkriwang, selaku pengacara D menyebutkan, telah melaporkan Subdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya ke Propam dan Kompolnas.

Charles menyebutkan, pihak Resmob telah mengambil alih lahan secara paksa dan sewenang-wenang, atas dasar SK Menteri ATR/BPN untuk mengosongkan lahan itu dan status quo. Setelah dikosongkan lahan diserahkan kepada PT P.

Kemudian, Subdit Resmob sebelumnya juga telah menetapkan kliennya sebagai tersangka tanpa pemeriksaan terlebih dulu dan dengan dasar bukti palsu yang dibuat mafia tanah.

Sumber: BeritaSatu.com

LEAVE A REPLY