Dongkrak Produktivitas, Industri Batik dan Kerajinan Perlu Manfaatkan Teknologi Modern

0

Pelita.online – Untuk mendongkrak produktivitas dan kualitas secara lebih efisien, industri batik dan kerajinan terus didorong untuk dapat memanfaatkan teknologi modern. Hal ini sesuai dengan implementasi program prioritas pada peta jalan Making Indonesia 4.0.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian Perindustrian, Doddy Rahadi menyampaikan, dengan proses produksi yang inovatif, efektif dan efisien, menjadikan pelaku industri selalu melakukan kreasi tiada henti, sehingga produktivitasnya akan meningkat dan akhirnya juga daya saingnya turut terdongkrak.

“Perkembangan teknologi yang demikian cepat belakangan ini, terutama adanya revolusi industri 4.0, telah membawa perubahan luar biasa bagi sektor dunia usaha. Teknologi telah menyentuh berbagai bidang dan berhasil mengubah perilaku manusia, termasuk pula dalam menyikapi pembuatan produk seperti pada kerajinan dan batik,” kata Doddy Rahadi dalam keterangan tertulisnya, Minggu (11/10/2020).

Dikatakan Doddy, setiap perkembangan teknologi selalu menjanjikan kemudahan, efisiensi, serta peningkatan produktivitas. Jenis-jenis pekerjaan yang sebelumnya menuntut kemampuan fisik yang cukup besar, kini relatif sudah bisa digantikan oleh perangkat mesin otomatis dan teknologi modern.

“Meski begitu, kehadiran dan peran teknologi tidaklah mungkin menggantikan peranan manusia secara keseluruhan,” tegas Doddy.

Sentuhan teknologi tersebut hendaknya tidak akan membuat suatu nilai budaya yang ada dalam produk kerajinan dan batik tersebut menjadi luntur, hilang, atau tergantikan. “Jika teknologi yang digunakan dapat bersinergi dengan budaya lokal, maka penerapan teknologi tersebut akan memberikan dampak yang sangat positif, tentunya kinerja industri akan meningkat dan budaya lokal tetap terjaga,” imbuhnya.

Oleh karena itu, kearifan memadukan kemajuan teknologi di era industri 4.0 dengan keberlanjutan budaya bangsa diharapkan memberi nilai tambah produk kerajinan dan batik nasional yang basisnya adalah keterampilan keempuan (craftmanship). “Semua ini mempunyai tujuan agar industri kerajinan dan batik yang berbasis budaya lokal akan tetap berjaya di negeri sendiri, tak lekang oleh perubahan zaman,” terang Doddy.

Di sisi yang lain, semua upaya tersebut juga diharapkan tidak mengabaikan isu lingkungan. Dalam hal ini, sektor industri kerajinan dan batik hendaknya menggunakan bahan-bahan ramah lingkungan, seperti bahan-bahan yang berasal dari sumber alam terbarukan.

Kinerja Ekspor
Kepala BPPI optimistis, melalui pemanfaatan teknologi terkini, industri batik dan kerajinan akan mampu memberikan kontribusi signfikan terhadap pemulihan ekonomi nasional karena dampak pandemi Covid-19. “Industri kerajinan dan batik harus mampu juga beradaptasi dengan kebiasaan baru saat ini atau berbagai perubahan karena dampak pandemi,” ujarnya.

Untuk itu, cara berpikir kreatif dan inovatif melalui pemanfaatan teknologi dan optimalisasi sumber daya yang ada, diyakini produktivitas dapat terus bergerak serta berkontribusi positif bagi perekonomian nasional. Apalagi, industri batik merupakan salah satu sektor yang cukup banyak membuka lapangan pekerjaan. Sektor yang didominasi oleh industri kecil dan menengah (IKM) ini tersebar di 101 sentra seluruh wilayah Indonesia.

Produk batik juga cukup berperan dalam perolehan devisa negara melalui capaian nilai ekspor pada tahun 2019 sebesar US$ 17,99 juta. Sementara itu, pada Januari-Juli 2020, nilai pengapalan batik mengalami peningkatan dengan mencapai US$ 21,54 juta. Tujuan utama pasar ekspornya ke Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa.

Sedangkan, untuk industri kerajinan, jumlahnya lebih dari 700.000 unit usaha dengan menyerap tenaga sebanyak 1,32 juta orang. Pada tahun 2019, nilai ekspor produk kerajinan nasional menembus hingga US$ 892 juta atau meningkat 2,6% dibandingkan perolehan tahun 2018 sebesar US$ 870 juta.

Sumber:BeritaSatu.com

LEAVE A REPLY