Harga Minyak Terdongkrak Sanksi AS Terhadap Venezuela

0

Pelita.Online, Jakarta — Harga minyak mentah dunia menguat pada perdagangan Selasa (29/1), waktu Inggris, dipicu mengenakan sanksi Amerika Serikat (AS) kepada PDVSA, perusahaan minyak milik pemerintah Venezuela, yang diperkirakan membatasi ekspor minyak dari negara anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) tersebut.

Namun, kenaikan harga minyak dibatasi oleh melimpahnya pasokan, sekaligus sinyal perlambatan ekonomi China.

Dilansir dari Reuters, Rabu (30/1), harga minyak mentah berjangka Brent menguat US$1,31 menjadi US$61,24 per barel. Secara bulanan, bulan ini, harga Brent masih akan mencatatkan penguatan terbesar sejak April 2016.

Penguatan juga terjadi pada harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) sebesar US$1,32 menjadi US$53,31 per barel.

Venezuela terbukti memiliki cadangan minyak terbesar di dunia. Namun, potensi tersebut belum tergali sepenuhnya karena investasi yang minim. Sebagai anggota OPEC, Venezuela juga menjalankan kebijakan pemangkasan produksi untuk mendongkrak harga.

“Sebagian besar negara Amerika Latin merupakan produsen minyak mentah yang lebih berat, tepat seperti yang diinginkan oleh kilang (di Teluk AS),” ujar PVM dalam catatannya.

Setelah pengenaan sanksi kepada Venezuela, pengelola kilang AS harus mencari pasokan minyak dari negara lain seperti Meksiko, Arab Saudi, dan Irak untuk memenuhi kebutuhan minyak mentah sejenis. Hal itu bakal mengakibatkan lonjakan harga minyak.

Berdasarkan data pengiriman kapal Refinitiv dan data perdagangan lain, ekspor minyak Venezuela pada 2018 merosot dari 1,7 juta barel per hari (bph) pada 2017 menjadi sedikit di atas 1 juta bph.

Meski memiliki perbedaan pandangan politik, selama ini AS merupakan konsumen minyak terbesar Venezuela dengan porsi berkisar 50 persen. Setelah itu, China dan India mengekor.

Petromatrix memperkirakan pengenaan sanksi bakal menekan ekspor Venezuela sebesar 500 ribu bph.

Sementara itu, lapangan minyak terbesar Libya El Sharara akan tetap berhenti beroperasi hingga kelompok bersenjata meninggalkan lapangan tersebut. Pernyataan itu disampaikan oleh perusahaan minyak pelat merah Libya National Oil Corp.

Kendati demikian, pasokan minyak global masih tetap tinggi. Sebagian besar akibat melesatnya produksi minyak mentah AS sebesar 2 juta bph menjadi rata-rata 11,9 juta bph pada tahun lalu.


“Perhatian akan lebih besar pada data persediaan minyak AS esok hari, dengan ekspektasi bakal ada peningkatan stok lebih jauh,” ujar Cantor Fitzgerald Europe dalam catatannya.

Selain itu, ada pula kekhawatiran terhadap perlambatan permintaan minyak mentah.

Jajak pendapat analis Reuters memperkirakan aktivitas manufaktur China bakal merosot selama dua bulan berturut-turut pada Januari.

Peringatan dari Caterpillar dan Nvidia terkait pelemahan permintaan China yang disampaikan pada awal pekan ini juga menambah kekhawatiran investor.

CNN Indonesia

LEAVE A REPLY