Jejak Ibu-Anak di Aceh Korupsi Proyek Mobil Damkar Rp 17,5 Miliar

0
ilustrasi

Aceh – Ibu dan anak, Ratziati Yusri-Dheni Okta Pribadi dijebloskan ke penjara. Keduanya korupsi pembelian mobil pemadam kebakaran Rp 17,5 miliar di Aceh. Seperti apa kasusnya?

Berikut kronologi kasus itu sebagaimana dirangkum detikcom, Rabu (30/1/2019):

19 Januari 2012
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Banda Aceh mengusulkan pembelian mobil pemadam kebakaran modern ke Gubernur Aceh dengan nomor surat 024/38/2012tanggal 19 Januari 2012. Mobil tersebut dinilai penting untuk melakukan pemadaman kebakaran pada gedung-gedung tinggi di Banda Aceh.

Dalam surat usulan itu, dirincikan yaitu pengadaan mobil pemadam tersebut membutuhkan anggaran Rp 16,8 miliar. Rinciannya, dua unit mobil pemadam kebakaran senilai Rp 2.800.000.000, serta satu unit mobil tangga senilai Rp 14.000.000.000.

22 Agustus 2013
Pemerintah Kota Banda Aceh mengajukan permohonan pengadaan unit mobil pemadam kebakaran bertangga (fire ladder) dengan melampirkan surat PT. Ahapacivica Putratama Nomor : 206.01.APV.XII.2013 Ref.133.01.APV.VIII.2013). Di dalam surat tertulis perihal penawaran harga fire ladder merk Cella type ALP 295 kepada BPBD Kola Banda Aceh via Rizal Abdillah selaku Sekretaris BPBD Kota Banda Aceh.

Kondisi barang built up 100% dengan rincian:
– Merk Ladder : Cella 100Italy,
– Model Ladder : ALP 295
– Max. ketinggian : 29,5 meter
– Chassis : Scania Italy, P-250 DB 4×2 MSZ
– Harga : Rp15.750.000.000,00.
– Masa berlaku penawaran sampai dengan 30 September 2013

1 Desember 2013
Dalam rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) tahun 2014, tercantum Program Penguatan Kelembagaan dan Regulasi Kebencanaan. Dalam dokumen itu disebutkan membutuhkan mobil pemadaman kebakaran senilai Rp 15 miliar.

Namun setelah dilakukan pembahasan PPAS BPBA dengan BAPPEDA Aceh 05 Desember 2013, kebutuhan anggaran bertambah menjadi Rp 17,5 miliar

31 Desember 2013
Kepala Pelaksana BPBA mengirim Surat kepada Kepala DPKA, terkait daftar usulan pengadaan kendaraan BPBA TA 2014 dialihkan ke DPKA senilai Rp.
22.293.064.000. Di dalamnya sudh termasuk pengadaan mobil pemadam kebarakan untuk Kota Banda Aceh senilai Rp 17,5 miliar.

Januari-Febuari 2014
Ratziati mendatangi Ahmad Bulya untuk menyerahkan dokumen spesifikasi mobil Damkar dari PT ASA namun ditolak Ahmad. Ratziati kemudian datang ke BPBD dan menyerahkan dokumen serupa.

4 April 2014
ULP mengumumkan paket pekerjaan pengadaan mobil pemadam kebakaran modern untuk Kota Banda Aceh dan hanya 4 perusahaan yang memasukan penawaran. Setelah
dievaluasi administrasi dan teknis oleh Syahrial selaku ketua pokja pengadaan
ternyata tidak ada satupun perusahaan yang memenuhi persyaratan.

Syahrial menyatakan pelelangan dinyatakan gagal. Syahrial tidak melaporkan kegagalan itu ke Kepala ULP tapi malah membuat pelelangan ulang.

25 April 2014
Pelelangan ulang diikuti lima perusahan. Dalam setiap pemeriksaan dan penelitian Evaluasi administrasi, teknis dan harga penawaran, hanya dilakukan Syahrial tanpa melibatkan anggota pokja lainnya. Saat itu, dia mengetahui beberapa kesalahan dokumen yang dilampirkan peserta lelang.

Khusus untuk PT Dhezan Karya Perdana, Syahrial mengetahui perusahaan tersebut tidak melampirkan sertifikat pengesahan pendirian PT saat mengikuti lelang. Selain itu, perusahan tersebut juga tidak memenuhi syarat klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia, dan lainnya.

Namun Syahrial tetap memenangkan PT. Dhezan Karya Perdana dengan penawaran Rp 16.899.000.000.

9 Mei 2014
Dibuat surat penetapan pemenang

17 Desember 2014
Mobil pemadam kebakaran modern dibeli tersebut diserahkan ke Pemerintah Kota Banda Aceh. Penyerahan itu digelar di Kantor Gubernur Aceh. Saat itu, juga dilakukan demontrasi menyemprotkan air dari ketinggian sekitar 33 meter.

2016
Tim Penyidik Kejaksaan Negeri Banda Aceh mulai menyelidiki dugaan korupsi pengadaan mobil damkar tersebut. Sejumlah saksi diperiksa.

Juni 2017
Kejari Banda Aceh melimpahkan kasus tersebut ke Pengadilan Tipikor Banda Aceh. Dalam pengadaan mobil dengan pagu anggaran Rp 17,5 miliar, terjadi kerugian negara Rp 4,7 miliar.

Dalam kasus ini empat orang ditetapkan sebagai tersangka yaitu Siti Maryami selaku kuasa pengguna anggaran, Syahrial selaku Ketua Pokja ULP, Dheni Okta Pribadi dan Ratziati Yusri.

20 Oktober 2017
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Banda Aceh memvonis Dheni serta Ratziati masing-masing tujuh tahun penjara serta denda masing-masing Rp 200 juta. Khusus untuk Ratziati, hakim menambahkan hukuman agar membayar uang pengganti Rp 4,7 miliar.

Putusan itu lebih ringan dari tuntutan JPU yang menuntut masing-masing delapan tahun penjara. Kedua terdakwa saat itu tidak menerima putusan tersebut sehingga mengajukan banding ke PT Banda Aceh.

9 Januari 2018
Pengadilan Tinggi Banda Aceh menyatakan keduanya tidak terbukti bersalah melakukan korupsi pengadaan Damkar milik Pemko Banda Aceh. Majelis hakim kemudian membebaskan keduanya.

“Membebaskan terdakwa 1 Dheni Okta Pribadi dan terdakwa 2 Ratziati Yusri dari dakwaan penuntut umum,” putus majelis hakim Pengadilan Tinggi pada Selasa 9 Januari 2018 lalu. Putusan itu diketok hakim yang diketuai Djumali bersama hakim anggota Maratua Rambe dan Sudirman.

November 2018
Mahkamah Agung memvonis Dheni dengan hukuman tujuh tahun penjara serta hukuman tambahan yaitu diwajibkan membayar uang pengganti Rp 4,7 miliar. Jika uang tersebut tidak dibayar dalam waktu sebulan, maka diganti dengan hukuman penjara selama tiga tahun. Sedangkan Ratziati divonis 5 tahun penjara.

Selain itu, kedua terpidana juga didenda masing-masing Rp 200 juta atau subsider enam bulan kurungan.

25 Januari 2019
Dheny dan Ratziati dijebloskan ke penjara. Dheni ditahan di Lapas Lambaro, Banda Aceh sementara ibunya mendekam di Cabang Rutan Lhoknga, di Aceh Besar.

LEAVE A REPLY