KPK Sita Uang dari Kadiv Keuangan PT Gardatama Nusantara

0

Pelita.online – Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita sejumlah dokumen dan uang terkait kasus dugaan suap izin ekspor benih bening lobster atau benur yang telah menjerat mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.

Dokumen dan uang itu disita tim penyidik saat memeriksa Selasih J Rusma selaku notaris PPAT dan Pjs Kepala Divisi Keuangan PT Gardatama Nusantara bernama Mulyanto, Jumat (19/3/2021).

“Pada yang bersangkutan masing-masing dilakukan penyitaan berbagai dokumen dan sejumlah uang,” kata Plt Jubir KPK Ali Fikri, dalam keterangannya, Sabtu (20/3/2021).

Diketahui, PT Gardatama sempat disebut-sebut menerima Rp 5,2 miliar dari eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Berdasar laporan Tempo, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto disebut sebagai pemilik saham mayoritas PT Gardatama Nusantara.

Diketahui, KPK menetapkan Edhy Prabowo selaku Menteri Kelautan dan Perikanan bersama dua staf khususnya Safri dan Andreau Pribadi Misanta; sekretaris pribadi Edhy bernama Amiril Mukminin; pengurus PT Aero Citra Kargo (PT ACK) bernama Siswadi; serta staf istri Menteri Kelautan dan Perikanan bernama Ainul Faqih; sebagai tersangka penerima suap terkait izin ekspor benur.

Sementara tersangka pemberi suap adalah Chairman PT Dua Putra Perkasa Pratama (PT DPPP), Suharjito.

Edhy Prabowo dan lima orang lainnya diduga menerima suap dari Suharjito dan sejumlah eksportir terkait izin ekspor benur yang jasa pengangkutannya hanya dapat menggunakan PT Aero Citra Kargo.

Kasus ini bermula pada 14 Mei 2020. Saat itu, Edhy Prabowo menerbitkan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster, dengan menunjuk kedua staf khususnya, Andreau Pribadi Misanta dan Safri sebagai Ketua dan Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence). Salah satu tugas dari tim ini adalah memeriksa kelengkapan administrasi dokumen yang diajukan oleh calon eksportir benur.

Selanjutnya, pada awal bulan Oktober 2020, Suharjito datang ke lantai 16 kantor KKP dan bertemu dengan Safri. Dalam pertemuan tersebut, terungkap untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT ACK (Aero Citra Kargo) dengan biaya angkut Rp 1.800/ekor.

Atas kegiatan ekspor benih lobster yang dilakukannya, PT DPPP diduga melakukan transfer sejumlah uang ke rekening PT ACK dengan total sebesar Rp 731.573.564. Berdasarkan data kepemilikan, pemegang PT ACK terdiri dari Amri dan Ahmad Bahtiar yang diduga merupakan nominee dari pihak Edhy Prabowo serta Yudi Surya Atmaja.

Atas uang yang masuk ke rekening PT ACK yang diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster tersebut, selanjutnya ditarik dan masuk ke rekening Amri dan Ahmad Bahtiar masing-masing dengan total Rp 9,8 miliar.
Selanjutnya pada 5 November 2020, sebagian uang tersebut, yakni sebesar Rp 3,4 miliar ditransfer dari rekening Ahmad Bahtiar ke rekening salah satu bank atas nama Ainul Faqih selaku staf khusus istri menteri Edhy.

Uang itu, diperuntukkan bagi keperluan Edhy Prabowo, istrinya IIs Rosita Dewi, Safri, dan Andreu Pribadi Misanta. Uang itu digunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy Prabowo dan Iis Rosita Dewi di Honolulu AS pada 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp 750 juta.

Sejumlah barang mewah yang dibeli Edhy dan istrinya di Hawaii, di antaranya jam tangan rolex, tas Tumi dan LV, baju Old Navy.

Sumber: BeritaSatu.com

LEAVE A REPLY