Mafia Kendalikan Perdagangan Satwa Liar

0

Jakarta, PelitaOnline.id – Direktur Utama Animal Indonesia Suwarno mengatakan perdagangan satwa liar biasanya diorganisir oleh mafia atau kelompok kriminal yang beroperasi lintas negara karenanya pengawasan dan monitoring harus diperketat.

Suwarno di Jakarta, Selasa, mengatakan laporan Badan Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Lingkungan Hidup (United Nations Enviroment Programs/UNEP) tahun 2014 menyebutkan bahwa perdagangan satwa liar biasanya diorganisir oleh mafia atau kelompok kriminal yang beroperasi lintas negara.

Mereka berhasil menarik banyak orang terlibat dengan iming-iming, untung yang tinggi, risiko rendah dan penegakan hukum yang lemah. Dan Suwarno mengatakan sepakat dengan pernyataan tersebut UNEP tersebut.

Ia mengamati bahwa untuk penjualan nasional, Pulau Jawa adalah tujuan akhir. Tapi untuk ke luar negeri dari Sumatra, pedagang memilih jalur Riau menuju Singapura, Malaysia atau Vietnam. Dari negara inilah, satwa-satwa dilindungi di bawa ke China, Taiwan dan Thailand.

Menurut dia, bisa juga melalui Kalimantan dan Sulawesi menuju Filipina. “Jaringan mereka memang rapi dan sulit dilacak”.

Permintaan dari negara-negara konsumen masih tetap tinggi sehingga menguras sumber daya yang ada di negara produsen yang mempunyai keanekaragaman hayati tinggi. Banyak aspek yang perlu terus dibenahi.

Untuk itulah dunia mengambil tema hari lingkungan 2016 yang jatuh setiap tanggal 5 Juni dengan Go Wild for Life-Zero Tolerance for the Illegal Wildlife Trade. UNEP melihat masih diperlukannya banyak usaha di tingkat nasional untuk menanggulangi perdagangan kehidupan liar, termasuk menetapkan kebijakan yang kuat dan efektif, kampanye dan penyadartahuan, konservasi dan penegakan hukum yang efektif.

Sedangkan pada tingkat internasional, UNEP menggarisbawahi bahwa harus lebih banyak orang yang perlu diajak untuk terlibat dan memahami bahayanya perdagangan ilegal ini. Sehingga diharapkan permintaan terhadap satwa dilindungi juga berkurang.

Direktur Eksekutif Yayasan KEHATI MS Sembiring mengatakan kejahatan terhadap perdagangan satwa liar ini adalah kejahatan serius.

Bahkan UNEP sudah mensejajarkan posisi kejahatan perdagangan satwa liar dengan perdagangan narkotika dan korupsi.

Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2015, memperlihatkan 190 kasus terkait kejahatan satwa dan tumbuhan liar yang dilindungi. Pada bulan Februari 2016, WWF-Indonesia juga mencatat terjadi 18 kejahatan satwa liar yang dilindungi, dan angka tersebut adalah yang tercatat karena kasusnya diproses kepolisian.

Sementara itu, dukungan penuh terhadap revisi UU Nomor 5 Tahun 1990 diberikan Direktur Program TFCA Samedi.

Salah satu poin dalam revisi UU tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati adalah pengaturan perdagangan satwa liar. “Kini draft perubahan UU ini sedang digodok di Dewan Perwakilan Rakyat. Semoga dengan dikuatnya payung hukum ini, satwa-satwa dilindungi maupun yang tidak dilindungi di Indonesia semakin terjaga, sehingga bisa terus hidup berdampingan dengan manusia”. (Ant)

LEAVE A REPLY