Mendes PDTT: BUMDes Tidak Boleh Ganggu Ekonomi Warga

0

Pelita.online – Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar mengatakan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) tidak boleh mengganggu perputaran ekonomi warga.

Mendes PDTT menjelaskan, BUMDes harus mengambil core business yang belum dipilih oleh warga masyarakat di desa tersebut maupun BUMDes lainnya. Pengambilan unit usaha ini agar BUMDes tidak mengganggu ekonomi warga dan menjadi ujung tombak rebound ekonomi desa. B

ahkan tercatat dalam Undang-Undang (UU) Cipta Kerja (Ciptaker) Nomor 11 Tahun 2020 Pasal 117, BUMDes sebagai badan hukum dibentuk sebesar-besarnya untuk kesejahteraan warga.

“BUMDes menjadi Badan Hukum setelah lahirnya UU Ciptaker ini dan memang ini telah ditunggu. Kami pun bergerak cepat untuk menyusun Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) dengan mengundang Kementerian Hukum dan HAM untuk dapat masukan, saran dan pemikiran soal posisi BUMDes sebagai badan hukum,” kata Gus Menteri, sapaan akrabnya, dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (5/12/2020).

Menurut Gus Menteri, UU Ciptaker menjadi faktor utama kemajuan BUMDes. Karena sebelumnya BUMDes bukan badan hukum, mereka kesulitan mengakses permodalan. Untuk itu, pihaknya segera menyusun RPP. Lalu, dilanjutkan dengan diskusi lintas kementerian yang akhirnya disepakati jika posisi BUMDes setelah UU Ciptaker sebagai badan hukum entitas baru yang kedudukannya setara dengan Perseroan Terbatas (PT) maupun BUMN atau BUMD.

Gus Menteri menjelaskan, posisi BUMDes sebagai badan jukum nantinya tidak ada hubungannya dengan kepala desa (kades) atau terlepas dari proses politik yang terjadi di desa. Oleh karena itu, dalam RPP nantinya, masa kepemimpinan BUMDes tidak sama dengan kades.

Adapun RPP yang sudah rampung ini berisi penegasan soal posisi BUMDes yakni kesempatan BUMDes membuat unit usaha berbadan hukum.

“Dalam RPP itu, keabsahan berdirinya BUMDes itu cukup dipayungi oleh Peraturan Desa hasil musyawarah desa,” kata Gus Menteri.

Karena BUMDes juga perlu aturan main berskala nasional maka dalam RPP yang disusun, BUMDes harus mendapatkan registrasi dari Kemdes PDTT. Hal ini bertujuan untuk menghindari kesamaan nama sehingga pencantuman nama desa menjadi sebuah keharusan.

Setelah proses registrasi di Kemdes, kemudian dilanjutkan dengan Kemenkumham untuk didokumentasikan. Ini dilakukan karena sebagai badan hukum, BUMDes bisa membuat badan hukum baru seperti PT.

Gus Menteri menegaskan, satu desa hanya boleh mendirikan satu BUMDes. Dengan ini, dipastikan jumlah BUMDes di seluruh Indonesia tidak melebihi jumlah desa yakni 74.953. Namun, unit usaha bisa dibentuk sebanyak mungkin dengan mengikuti peraturan undang-undang yang berlaku.

“Makanya di RPP, kita tidak bicarakan soal pembubaran BUMDes tapi hanya pembekuan bagi yang bermasalah. Jika telah diperbaiki semuanya, makanya pembekuan dicabut,” kata Gus Menteri.

Satu desa, lanjutnya, juga bisa mendirikan lebih dari satu BUMDes Bersama (BUMDesma) yang didasari keputusan bersama para kades. Pendirian BUMDesma juga tidak dibatasi zonasi maupun wilayah.

Lebih lanjut, Gus Menteri juga menekankan pentingnya village summary (atau keterangan desa) dalam regulasi yang diterbitkan Kemdes PDTT. Penjelasan terkait desa ini bertujuan agar mudah dipahami oleh staf maupun warga desa yang akan menjalankannya.

Hal ini berkaca pada pengalaman Gus Menteri saat menjabat sebagai Ketua DPRD Jombang yang menerima regulasi atau beleid dari pemerintah pusat yang begitu panjang dan kadang justru menyulitkan.

“Kita saja di DPRD susah membaca aturan yang tebal-tebal dan banyak, apalagi masyarakat desa. Olehnya, di Kemdes, saya meminta segala sesuatu itu harus dilengkapi dengan Village Summary agar mudah dipahami dan bisa dijelaskan lebih jauh,” tutup Gus Menteri.

Sumber:BeritaSatu.com

LEAVE A REPLY