Para Pencuri Sarang Burung Walet Ungkit Lagi Kasus Novel Baswedan

0

Jakarta, Pelita.Online – Kasus dugaan penganiayaan yang menyeret Novel Baswedan saat menjadi Kasat Reskrim di Polres Bengkulu tahun 2004 kembali diungkit. Empat orang yang mengaku menjadi korban penembakan anggota Polres Bengkulu berharap keadilan.

“Saya menangani perkara korban penembakan Novel Baswedan yang ada di kiri kanan saya, kejadian tahun 2004. Kiri saya ini menantu anak kakak saya, namanya Irwan Siregar ini masih bujang dan 2008 menikah di Lampung, lalu 2010 pindah ke Bengkulu jualan ikan, beliau masuk organisasi Keluarga Kedurang,” jelas Yudiswan selaku pengacara para korban saat jumpa pers di Restoran Batik Kuring, SCBD, Jaksel, Selasa (22/8/2017).

Yudiswan saat itu sempat melihat Irwan jalan dengan terpincang-pincang. Saat itu, Yudiswan tidak tahu Irwan ditembak karena melakukan pencurian burung walet.

“Mereka mencuri sarang burung walet di toko milik A Liang, pelurunya mungkin belum keluar karena kalau hujan dia enggak bisa tidur, merasa ngilu. Saya minta dia dioperasi, jadi saya buat surat dengan nomor 075 ke Mabes Polri yang intinya permohonan keadilan, diadakan rontgen kemudian operasi terhadap proyektil di dalam kakinya dan pelaku ditindak, akhirnya beliau dioperasi di RS Bhayangkara ditemani istrinya,” jelasnya.

“Setelah dioperasi dikasih ke keluarga, akhirnya kami serahkan ke polisi sebagai penyidik, sebagai bukti bahwa proyektil masih di dalam dan foto kaki bekas operasi,” ungkapnya.

Kasus Novel ini sendiri telah dihentikan di tingkat Kejaksaan. Dalam Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) Nomor B 03/N.7.10/Eo.1/02/2016 yang ditandatangani Kepala Kejaksaan Negeri Bengkulu, kasus Novel dihentikan karena tidak terbukti.

Sejak 2008, Yudiswan baru mendampingi Irwan Cs sebagai kuasa hukum. Sejak saat itu, ia memperjuangkan hak-hak kliennya dalam mendapatkan keadilan. Yudiswan mengaku, tidak ada niat untuk mengkriminalisasi Novel dengan memperkarakan kasus itu lagi.

“2012 Saya dibilang kriminalisasi, tapi saya lilahi taala saya cerita di ILC, satu tetes pun air tidak saya terima dari polisi,” ucapnya.

Ia bahkan mengaku sering mendapatkan teror pasca menangani kasus keponakannya itu. Ia sampai mendapat pengawalan dari anggota Korem karena mendapatkan ancaman hingga teror.

“Saya didatangi anggota Korem, katanya posisi saya riskan, salah ngomong bisa berlawanan dengan polisi, salah ngomong bisa berlawanan dengan KPK. Anggota Korem menawarkan pengawalan dengan perjanjian tertulis karena katanya TNI netral,” lanjutnya.

Yudiswan menyebut, kliennya terus berupaya mendapatkan keadilan dengan melaporkan Novel ke Mabes Polri. Kasus Novel disidik di Mabes Polri dan dinyatakan P21 pada tahun 2015. Setelah di Kejaksaan Negeri Bengkulu, jaksa kemudian membuat dakwaan dan sudah didaftarkan untuk disidang perdana di PN Bengkulu.

“JPU membuat rencana dakwaan dan diserahkan ke PN Bengkulu siap disidangkan, sudah diregister, Ketua PN Bengkulu mengeluarkan SK hakim yang menangani dan sudah mengeluarkan jadwal sidang,” ucapnya.

Namun kemudian, jaksa meminta berkas perbaikan dakwaan. Ia merasa aneh karena pada akhirnya jaksa menghentikan penuntutan perkara tersebut.

“Tiba-tiba jaksa minta berkas perbaikan dakwaan. Sebenarnya sah-sah saja, tapi anehnya berkas dikembalikan dan dihentikan penuntutan,” ucapnya.

Pihaknya kemudian melawan dengan melakukan praperadilan. Selama proses itu, Yudiswan mengaku sering mendapatkan teror.

“Akhirnya praperadilan dan saya minta dikawal lagi, rumah saya sempat ditembak dan mobil saya dilempar, saya enggak menuduh bisa saja kasus lain,” ucapnya.

Gugatan praperadilan dikabulkan. Jaksa Penuntut Umum (JPU) diminta untuk segera mengembalikan berkas-berkas dakwaan dan berkas lainnya untuk dilakukan penuntutan, tetapi Novel belum didakwa.

Pihaknya berencana mengadu ke Komisi III DPR dan juga ke Presiden Joko Widodo. “Minggu depan, kami ke Komisi III DPR. Kemudian rencana besok mau menghadap presiden, semoga keadilan tidak tajam ke bawah tumpul ke atas,” tandasnya.

Detik.com

LEAVE A REPLY