Penyebab Beda Pelaksanaan Bebas Pajak Gaji di Perusahaan

0

Pelita.online – Pemerintah kembali membebaskan PPh Pasal 21 atau pajak penghasilan karyawan tahun ini guna mendorong daya beli masyarakat selama pandemi covid-19. Namun, implementasinya mekanisme bebas pajak gaji ini berbeda setiap perusahaan.

Sejumlah pengusaha mengaku insentif pajak tersebut justru mengurangi beban perusahaan, lantaran perusahaan tidak perlu menyetor PPh Pasal 21 kepada pemerintah. Sementara itu, sejumlah pengusaha menyatakan gaji para karyawan bertambah karena pajak penghasilan mereka dibebaskan oleh pemerintah.

Pengamat Pajak dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Ronny Bako menjelaskan perbedaan tersebut terjadi karena perbedaan mekanisme pembayaran PPh Pasal 21 selama periode sebelum covid-19 di setiap perusahaan.

Sebagai gambaran, ketentuan PPh pasal 21 diatur dalam UU No 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan tepatnya Pasal 21.

Aturan itu menyebutkan bahwa pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) orang pribadi dalam negeri wajib dilakukan oleh 6 pihak.

Salah satunya, adalah pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.

Namun, kata Ronny, dalam praktiknya ada sejumlah perusahaan yang melaksanakan ketentuan UU PPh tersebut yakni menanggung PPh Pasal 21 karyawan, sehingga menjadi pengeluaran perusahaan.

“Tapi, ada juga yang tidak mau ribet, karyawan gaji berapa, lalu dipotong (PPh Pasal 21),” jelasnya kepada CNNIndonesia. com, Jumat (5/2).

Skema itu, selanjutnya berpengaruh pada saat pemerintah memberikan insentif PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah. Bagi karyawan yang PPh Pasal 21 selama ini dibayarkan oleh perusahaan, maka tidak ada tambahan gaji atau Take Home Pay (THP).

“Jadi, misalnya gaji sebelumnya Rp5 juta per bulan, maka tetap menerima Rp5 juta karena selama ini sudah ditanggung oleh perusahaan,” terangnya.

Sebaliknya, karyawan yang selama ini PPh Pasal 21 dipotong dari gajinya, maka THP yang bersangkutan bertambah lantaran PPh Pasal 21 dibebaskan.

Belum berhenti sampai di situ, Ronny menuturkan ada sejumlah perusahaan yang memutuskan tidak mengambil fasilitas bebas PPh 21 tersebut. Alasannya, bebas PPh Pasal 21 hanya bersifat fasilitas bukan kewajiban.

Karenanya, ia menyarankan kepada pemerintah sebaiknya bebas PPh Pasal 21 ini menjadi kewajiban bagi seluruh perusahaan, bukan hanya fasilitas. Toh, hal ini tidak merugikan perusahaan.

“Makanya pemerintah agak kecewa kok sudah ada fasilitas, tapi perusahaan sepertinya ogah-ogahan begitu. Makanya kembali ke perusahaan mau ambil tidak fasilitas ini, namanya fasilitas kan, take it or leave it?” terangnya.

Ia menduga sejumlah perusahaan yang enggan mengambil fasilitas bebas PPh Pasal 21 tersebut lantaran tidak mau ambil pusing dengan urusan administrasi pembukuan perpajakan. Selain itu, ia menduga sejumlah perusahaan kurang memahami dan mendapatkan informasi mengenai insentif tersebut.

“Misalnya, PT A tidak ambi berarti kondisi pembukuannya seperti biasa, tapi kalau ambil pasti akan kerja lagi. Kalau PPh Pasal 21 harus dihitung setahun, masalahnya yakin tidak fasilitas ini diberikan selama 2021, ternyata tiba-tiba hanya 6 bulan karena bagi perusahaan hitungan akuntansi pajak itu agak repot,” jelasnya.

Dampaknya, apabila perusahaan tidak mengambil fasilitas tersebut, maka tidak ada perubahan pada gaji yang dikantongi karyawan. Baik, selama ini PPh Pasal 21 ditanggung oleh perusahaan, maupun dipotong dari gajinya.

Sementara itu, Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji mempunyai pandangan berbeda. Menurutnya, pemerintah menegaskan bahwa bagi karyawan yang memperoleh insentif tersebut, maka akan dibayarkan secara tunai oleh pemberi kerja pada saat pembayaran gaji. Termasuk, apabila selama ini PPh Pasal 21 ditanggung oleh perusahaan.

Ketentuan ini, kata dia, tercantum dalam Pasal 2 Ayat 5 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 9/PMK.03/2021 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Covid-19.

“Artinya, walau perusahaan memberikan tunjangan PPh Pasal 21, karyawan yang memperoleh insentif pajak PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah tersebut, akan mendapatkan THP yang lebih tinggi. Karena jika kita kembalikan kepada tujuannya adalah supaya meningkatkan arus kas dan daya beli rumah tangga,” terangnya.

Dalam PMK itu, disebutkan bahwa karyawan yang berhak menerima insentif gratis PPh 21 harus memenuhi sejumlah syarat.

Pertama, pegawai menerima atau memperoleh gaji dari pemberi kerja yang memiliki kode klasifikasi lapangan usaha yang sesuai. Dalam hal ini, berasal dari 1.189 bidang usaha tertentu.

Pemberi kerja juga ditetapkan sebagai perusahaan yang mendapat Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) dan mendapat izin penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB.

Kedua, pekerja memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Ketiga, pada masa pajak yang bersangkutan menerima atau memperoleh Penghasilan Bruto yang bersifat tetap dan teratur yang disetahunkan tidak lebih dari Rp200 juta.

 

Sumber : cnnindonesia.com

LEAVE A REPLY