Reformasi Peradilan Dinilai Masih Jalan di Tempat

0

Jakarta, Pelita.Online – Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Tarmizi tertangkap dalam operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK.  Hal itu membuktikan reformasi peradilan yang di gembar gemborkan Mahkamah Agung (MA) jalan di tempat.

“Kalau kejadian berulang-ulang ini artinya reformasi di peradilan itu tidak berhasil,” kata Hakim Agung Gayus Lumbuun saat dihubungi, Minggu 27 Agustus 2017.

Menurut Gayus, MA tidak bisa mengatakan bahwa kasus ini sebagai perbuatan individu atau oknum. Aparatur pengadilan memang bertanggung jawab secara hukum, tetapi MA harus bertanggung jawab secara moral untuk mengatasi hal ini.

Gayus memandang bahwa MA harus meningkatkan reformasi peradilan dan bersikap lebih progresif dari upaya yang saat ini dilakukan. Seperti meningkatkan pencegahan. Pencegahan dalam hal ini adalah pembinaan dan pengawasan.

Langkah MA saat ini dengan membentuk tim investigasi dari Badan pengawas cenderung hanya sebagai ‘pemadam kebakaran’. Padahal seharusnya MA lebih progresif menyikapi hal tersebut dan jangan hanya bersikap konvensional.

“Harus ada tindakan baru yang sifatnya progresif dengan metode pencegahan,” terangnya.

Menurutnya pencegahan tidak cukup dengan hanya menindak dan melakukan penangkapan. Tetapi juga harus diawali dengan pembinaan dan pengawasan.

Belajar dari pengalaman kemarin maka MA harus membuat suatu metode pencegahan yang efektif. Termasuk melibatkan semua pihak yang dalam hal ini pihak luar, karena umumnya pihak luar memiliki informasi yang lebih kuat.

Upaya lainnya adalah dengan melibatkan Komisi Yudisial (KY) dalam seleksi calon hakim awal. Menurutnya KY tentu memiliki metode untuk pencegahan kedepannya sebagai bagian dari tugas Komisi Yudisial.

Dengan begitu diharapkan kualitas hakim akan menjadi lebih bagus. Keengganan MA melibatkan KY dalam seleksi hakim sangat disayangkan.

Padahal sebetulnya sudah ada arahan dari blue print mahkamah agung untuk melibatkan KY dalam rekrutmen hakim baru.

Pulihkan Wibawa Kehakiman

Kasus suap kepada lembaga peradilan memunculkan korban dari putusan sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Untuk mengembalikan wibawa dan kepercayaan publik kepada lembaga peradilan, maka Gayus menyarankan perlunya dilakukan eksaminasi dari putusan sidang tersebut.

“Saya menyarankan agar korban dari perkara tersebut tidak cukup hanya dengan banding, sebab banding hanya kepada upaya hukum dalam kasus yang normal. sedangkan untuk kasus ini kekalahannya bisa dikatakan sebagai abnormal karena adanya kasus suap,” ujar Gayus.

Dengan melakukan eksaminasi atau peradilan ulang, maka MA secara tidak langsung melindungi korban dalam peradilan yang lalu. Dalam sidang esksaminasi seluruh prosesnya diulang prosesnya dengan mengganti seluruh majelis hakim. Namun dalam proses ini MA harus turun langsung mengambil alih kasus tidak seperti eksaminasi yang umunya terjadi yang dilakukan oleh PN yang sama.

Gayus memandang usulan bahwa pihak yang kalah dalam persidangan yang lalu melakukan banding tidak tepat sebab putusan yang dibanding adalah sebuah putusan yang lahir dari keadaan yang absnormal atau terindikasi suap.

Eksaminasi ini dikenal di MA melalui Sema No.1 Tahun 1967 yang memerintahkan kepada para Pengadilan negeri melakukan eksaminasi bila menemukan hal yang janggal atau menyimpang dalam persidangan dengan hasilnya dikirim ke MA. Namun dalam hal ini pihak MA lah yang harus menangani langsung hal tersebut.

“Dengan penanganan langsung MA diharapkan Publik dapat kembali percaya kepada lembaga peradilan. Jika seperti ini dengan pencari keadilan dirugikan dan tidak ada pemulihan dikahwatirkan orang tidak akan percaya kepada pengadilan dan wibawa MA akan turun,” ujar Gayus.

Gayus menekankan akan pentingnya dilakukan eksaminasi agar hak publik yang dikalahkan tidak hilang pada pengadilan tingkat pertama. Terlebih pengadilan pertama sangat penting karena akan menentukan putusan di pengadilan tingkat selanjutnya.

Bila proses eksaminasi sudah dilakukan maka mekanisme peradilan kembali normal. Bila pihak yang kalah tetap tidak puas maka proses banding bisa kembali dilakukan.

Metrotvnews.com

LEAVE A REPLY