Sanksi Denda Rp 5 Juta Bagi Penolak Vaksinasi Covid-19 di Perda DKI Digugat ke MA

0
PORTLAND, OR - DECEMBER 16: A healthcare worker at the Portland Veterans Affairs Medical Center receives COVID-19 a vaccination on December 16, 2020 in Portland, Oregon. The first rounds of Pfizer's vaccine were administered in Oregon on Wednesday. Nathan Howard/Getty Images/AFP == FOR NEWSPAPERS, INTERNET, TELCOS & TELEVISION USE ONLY ==

Pelita.online – Seorang warga DKI Jakarta bernama Happy Hayati Helmi melakukan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Agung (MA) terhadap ketentuan yang termuat dalam Pasal 30 Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Covid-19 di DKI Jakarta. Pasal 30 Perda tersebut memuat sanksi pidana denda sebesar Rp 5 juta bagi setiap orang yang menolak vaksinasi Covid-19.

Secara lengkap Pasal 30 ini berbunyi, “Setiap orang yang dengan sengaja menolak untuk dilakukan pengobatan dan/atau vaksinasi Covid-19, dipidana dengan pidana denda paling banyak sebesar Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah)”.

“Kami sudah daftarkan permohonan uji materi ke MA pada Rabu, 16 Desember lalu, untuk menguji Pasal 30 Perda Nomor 2 Tahun 2020. Kami menilai frasa ‘dan/atau vaksinasi Covid-19’ bertentangan dengan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU Nomor 12 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,” ujar Kuasa Hukum Happy Hayati Helmi, Viktor Santoso Tandiasa di Jakarta, Sabtu (19/12/2020).

Victor mengatakan ketentuan Pasal 30 ini berdampak langsung kepada Happy Hayati Helmi selaku pemohon uji materi yang merupakan warga DKI Jakarta dan kesehariannya juga beraktivitas di Jakarta. Pemohon, kata Victor bakal membayar denda di luar kemampuannya jika menolak untuk divaksinasi.

“Karena Pemohon juga memiliki seorang suami, seorang adik dan seorang anak yang masih balita. Artinya apabila Pemohon menolak vaksinasi bagi keluarganya, maka Pemohon harus membayar denda sebesar Rp 5 juta dikalikan 4 orang, yakni sebesar Rp 20 juta,” tutur dia.

Tak hanya sampai di situ, kata Victor, Pemohon dan keluarganya terbuka kemungkinan membayar lagi denda dengan jumlah yang sama, Rp 20 juta jika petugas kembali datang melakukan vaksinasi Covid-19. Karena ketentuan norma Pasal 30 Perda 2/2020 tidak dijelaskan apakah setelah membayar denda maka setiap orang yang menolak vaksinasi Covid-19 telah melepas kewajibannya untuk mendapatkan vaksinasi Covid-19 di kemudian hari.

“Artinya bisa saja jika Pemohon menolak vaksinasi dengan membayar denda, di kemudian hari datang kembali petugas untuk melakukan vaksinasi Covid-19 kepada Pemohon dan keluarganya. Lalu harus membayar denda dengan jumlah yang sama juga karena kembali menolak divaksinasi,” tandas dia.

Selain itu, kata Victor, ketentuan Pasal 13 Perda 2/2020 tersebut bertentangan dengan Pasal 5 ayat (3) UU 36/2009 yang memberikan hak kepada setiap orang secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya. Apalagi, tutur dia, Menteri Kesehatan Terawan mengatakan vaksinasi hanya pertahanan kedua dari risiko penularan Covid-19. Pertahanan utama yang harus dijalankan oleh masyarkat adalah protokol 3M yakni memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak dan menghindari kerumunan.

“Artinya setiap warga masyarakat seharusnya memiliki kebebasan untuk menentukan menjalankan protokol 3M secara tertib atau melakukan vaksinasi Covid-19,” ungkap dia.

Victor juga menilai ketentuan Pasal 13 Perda 2/2020 telah bertentangan dengan Pasal 3 ayat (2) UU 39/1999, yakni terhadap hak atas jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapatkan kepastian hukum dalam semangat di depan hukum.

Pasalnya, tingkat kemampuan ekonomi masyarakat DKI Jakarta berbeda-beda. Yeng ekonominya cukup, kata dia, mempunyai pilihan untuk tidak vaksinasi dengan membayar denda, sementara yang ekonominya tidak cukup, tidak ada pilihan lain selain vaksinasi.

“Padahal terkait dengan efektivitas, efek samping vaksin Covid-19 belum diketahui secara pasti. Bahkan Perusahaan yang memproduksi vaksin Covid-19 yang saat ini telah masuk ke Indonesia sebanyak 1.200.000 (satu juta dua ratus) vaksin (Sinovac) menyebutkan bahwa hingga saat ini belum diketahui kemanjuran dari vaksin tersebut,” pungkas Viktor.

Sumber:BeritaSatu.com

LEAVE A REPLY