Tolak Proyek Panas Bumi, Warga Adat NTT Surati Bank Dunia

0

Pelita.online – Sejumlah masyarakat adat Wae Sano, Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) mengirimkan surat penolakan atas proyek pengeboran panas bumi di wilayah tersebut kepada Bank Dunia dan Pemerintah Selandia Baru.

Perwakilan masyarakat adat War Sano bernama Yoseph Erwin Rahmat mengatakan Bank Dunia dan pemerintah Selandia Baru adalah pihak yang mendanai proyek pengeboran tersebut.

Sementara, proyek itu  saat ini dikerjakan PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) atau SMI. Yoseph bilang surat penolakan atas proyek panas bumi itu diberikan kepada pimpinan perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia di Jakarta dengan tembusan kepada Presiden Grup Bank Dunia David Malpass.

Selain itu, warga War Sano juga memberikan surat untuk pemerintah Selandia Baru dengan tembusan kepada duta besar negara itu untuk Indonesia. “Kami masyarakat adat Wae Sano berkeberatan dengan proyek pengeboran panas bumi di Wae Sano. Titik-titik pengeboran yang ditetapkan oleh SMI terletak di tengah-tengah ruang hidup kami,” ucap Yoseph dalam keterangan resmi, dikutip Selasa (10/3).

Ruang hidup yang dimaksud adalah kampung halaman, kebun mata pencaharian, sumber air, pusat kehidupan adat, rumah ibadah, kuburan, hutan, dan danau. Makanya, Yoseh menilai proyek pengeboran panas bumi ini akan mengganggu kehidupan sosial, budaya, keagamaan, dan mata pencaharian warga setempat.
“Sampai sejauh ini kami belum mendapat penjelasan yang utuh tentang proyek itu, termasuk dampak dan risiko yang akan kami tanggung jika proyek itu dijalankan,” tutur Yoseph.

Menurut dia, SMI selama ini hanya memberikan penjelasan bahwa proyek pengeboran panas bumi akan membawa manfaat di kawasan setempat dan tidak memiliki risiko. Namun, Yoseph dan warga lainnya tak percaya dengan penjelasan SMI.

“Kami sangat tidak yakin bahwa proyek panas bumi ini tidak memiliki risiko bagi kelangsungan hidup kami,” ucapnya.

Oleh karena itu, warga War Sano memberitahukan kepada Bank Dunia dan pemerintah Selandia Baru bahwa proyek panas bumi tersebut tak mendapatkan persetujuan dari warga setempat. Yoseph dan warga lainnya berharap Bank Dunia dan pemerintah negara itu bisa menghargai prinsip di Wae Sano.

“Kami mengetahui bahwa Bank Dunia dan New Zealand sangat menghormati prinsip freeprior, and informed consent atau persetujuan bebas setelah mendapat informasi yang lengkap sebelumnya,” tegas Yoseph.

Yoseph bilang SMI sendiri telah melakukan survei dan pengeboran pengambilan sample untuk proyek panas bumi itu tanpa persetujuan warga. Kemudian, perusahaan itu juga akan melakukan kegiatan eksplorasi.

“Titik yang hendak dieksplorasi itu persis berada di ruang hidup kami,” ujar Yoseph.
SMI Belum Lakukan Pengeboran

Dihubungi terpisah, Direktur SMI Darwin Trisna Djajawinata menyatakan pihaknya belum melakukan aktivitas apapun atas proyek panas bumi di Wae Sano. Ia bilang perusahaan masih melakukan sosialisasi terkait proyek tersebut.

“Kami belum melakukan kegiatan fisik apapun, karena ingin memastikan masyarakat memahami dan menyepakati pelaksanaan ini,” ucap Darwin.

Menurut dia, masyarakat Wae Sano terbelah menjadi dua kubu, yakni kubu pendukung dan menolak proyek panas bumi. Darwin mengaku perusahaan menghargai dinamika yang terjadi, sehingga pihaknya hati-hati dalam menjalankan proyek panas bumi.

Namun, ia menyatakan SMI telah melakukan survei dan dampak atas proyek panas bumi di Wae Sano. Kajian yang dilakukan, kata Darwin, mengacu pada standar internasional.

“Apalagi ini mengikuti standar Bank Dunia yang sangat komprehensif dan lengkap. Jadi semua isu kami pertimbangkan dan dalam pelaksanaan harus terjaga dalam hubungan sosial dan lingkungan,” jelas Darwin.

Ia melanjutkan bahwa SMI diberikan tugas oleh pemerintah untuk melakukan eksplorasi demi memperoleh data terkait potensi panas bumi di Wae Sano. Nantinya, data itu diberikan kepada pemerintah untuk mengembangkan proyek.

“Pemerintah dapat menggunakan data tersebut untuk penetapan pengembangan pembangkitnya melalui skema dengan mengundang investasi badan usaha atau melalui penugasan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sepenuhnya pemerintah yang menentukan hal tersebut,” papar Darwin.

SMI pun mendapatkan dana hibah dari Bank Dunia sebesar US$30 juta-US$32 juta untuk melakukan eksplorasi di Wae Sano. Sementara, total dana yang diperoleh SMI dari Bank Dunia mencapai US$55 juta.
“Untuk pemanfaatannya bergilir, untuk Wae Sano sebagai proyek pertama yang kami gunakan dari dana hibah,” jelas Darwin.

CNNIndonesia.com pun mencoba melakukan konfirmasi kepada Bank Dunia terkait informasi ini. Senior Communications Bank Dunia Lestari Boediono menyatakan pihaknya perlu mengecek terlebih dahulu.

“Saya cek dulu,” katanya.

 

Sumber : cnnindonesia.com

LEAVE A REPLY