Dengan atau Tanpa Vaksin Covid-19, Protokol Kesehatan Tetap Berlaku Setahun ke Depan

0
(FILES) In this file photo taken on September 11, 2020 Laboratory technicians handle capped vials as part of filling and packaging tests for the large-scale production and supply of the University of Oxford’s COVID-19 vaccine candidate, AZD1222, conducted on a high-performance aseptic vial filling line at the Italian biologics’ manufacturing facility of multinational corporation Catalent in Anagni, southeast of Rome. - The clinical trial for the Covid-19 vaccine being developed by AstraZeneca and Britain's University of Oxford has resumed in the United States, the drugmaker said October 23. "The Food and Drug Administration (FDA) today authorised the restart in the US, following the resumption of trials in other countries in recent weeks," AstraZeneca said in a statement. (Photo by Vincenzo PINTO / AFP)

Pelita.online –  Di masa pandemi Covid-19 dunia menantikan kehadiran vaksin. Namun masyarakat diminta tidak lengah, meskipun vaksinasi dimulai, protokol kesehatan 3M tetap harus dijalankan, karena durasi kekebalan tubuh yang ditimbulkan dari vaksin belum bisa dipastikan waktunya.

Oleh sebab itu, vaksinasi akan terus dipantau untuk melihat kemampuan vaksin memberikan kekebalan apakah itu 1 tahun atau lebih. Sama halnya dengan pandemi flu yang belakang diketahui virusnya dan ada vaksin yang pemberiannya harus berulang setahun sekali.

Epidemiolog Universitas Airlangga Laura Navika Yamani mengatakan, meski sudah ada vaksin yang sudah menyelesaikan uji klinis tahap 3 (uji tahap 3 pada manusia) kekebalan vaksin tersebut masih harus dipantau.

“Masyarakat harus tahu bahwa vaksin tidak bisa ditemukan cepat, ada proses vaksin memberikan kekebalan,” katanya saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (1/12/2020).

Ia mengingatkan catatan sejarah, tidak semua pandemi akan berakhir dengan vaksin. Inilah yang harus diingat masyarakat untuk tidak lengah.

Vaksin dibuat dari mulai produksi hingga distribusi butuh waktu 1-2 tahun. Apalagi jika ketersediaan vaksin masih bergantung pada luar negeri. Selain itu pemberian dosis misalnya dua dosis belum tentu langsung memberikan kekebalan, oleh sebab itu pemantauan penting dilakukan.

Masyarakat juga perlu memahami dengan protokol kesehatan 3M ketat seharusnya bisa lolos dari pandemi tanpa bergantung vaksin. Jika virus memang ditularkan lewat droplet.

Namun mengubah perilaku dengan kebiasaan baru 3M di Indonesia tentu tidak mudah. Padahal perubahan perilaku 3M perlu dilihat dan dimaknai bagian dari perilaku hidup bersih dan sehat. Sebab tidak ada yang tahu apakah akan terjadi pandemi lagi di kemudian hari.

Menurut Laura, wabah biasanya terjadi 10 tahunan sekali. Dengan bekal perilaku hidup bersih dan sehat seharusnya bisa dijadikan pijakan kuat menghadapi potensi wabah penyakit.

Ia mencontohkan, penduduk di Taiwan terbiasa memakai masker untuk mengantisipasi polusi udara. Masyarakat Indonesia juga perlu diberi pemahaman terus menerus bahwa pemakaian masker juga punya tujuan positif untuk kesehatan seseorang.

Dulu etika batuk dan flu belum ada. Berbeda dengan di luar negeri, orang yang merasa tidak enak badan akan memakai masker untuk melindungi diri dan orang lain di sekitarnya.

“Jangan jadikan 3M menjadi beban. Tapi lihat manfaatnya untuk jangka panjang. Perubahan perilaku tidak hanya untuk mencegah Covid-19 tetapi juga meningkatkan kualitas kesehatan,” ucapnya.

Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Letjen Doni Monardo Covid-19 mengatakan, Covid-19 adalah ancaman penyakit berbahaya yang dapat menimbulkan kematian bagi kelompok rentan yakni lansia dan pemilik penyakit penyerta (komorbid) seperti hipertensi, diabetes, penyakit jantung dan penyakit paru. Apabila terpapar Covid-19 maka risikonya sangat tinggi. Angka kematian kelompok rentan ini mencapai 80-85 %.

Oleh sebab itu, masyarakat diminta mematuhi protokol kesehatan. Termasuk ketika vaksin diberikan pun tidak serta merta bebas tanpa masker, tetap harus gunakan masker. Sebab Vaksin tidak menghentikan Covid-19.

“Covid-19 akan ada terus sepanjang waktu sampai kapan hanya Tuhan Maha Kuasa yang mengetahuinya,” ucapnya.

Belum ada satu pun ahli di dunia ini yang bisa memprediksi kapan Covid-19 akan berakhir.

“Yang bisa mencegah penularan Covid-19 adalah pahlawan yang menyelamatkan lebih banyak jiwa manusia,” imbuhnya.

Kepatuhan ini tambahnya, tidak bisa dilakukan dengan sendirian tapi harus bersama-sama dan perlu ada kesepakatan. Hanya satu orang disiplin saja tidak cukup, ketika di sekelilingnya tidak disiplin.

Sumber:BeritaSatu.com

LEAVE A REPLY