Inflasi Membayangi, Destry: BI Waspada tetapi Optimistis

0

Pelita.Online –  Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Destry Damayanti mengatakan, BI akan terus melakukan koordinasi erat bersama pemerintah untuk mewaspadai rambatan dari ketidakpastian atau sering disebut Vuca (volatility, uncertainty, complexity dan ambiguity) yang akan memengaruhi perekonomian negara berkembang termasuk Indonesia, di tengah ancaman resesi global

“Kita tetap harus waspada namun tetap optimistis. Sebab gejolak atau volatilitas dan tekanan yang terjadi di ekonomi global setidaknya akan masuk mempengaruhi ekonomi kita,” ucap Destry dalam peluncuran buku Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) Nomor 39, di Jakarta, Jumat (21/10/2022).

Optimisme BI dalam menatap ekonomi dalam negeri, karena daya dukung perekonomian yang cukup solid, disertai dukungan dari berbagai indikator dini mulai dari konsumsi masyarakat, investasi dan kinerja ekspor yang tercatat masih membukukan pertumbuhan yang kuat. Alhasil Indonesia memiliki potensi ekonomi yang luar biasa kuat di tengah gejolak ekonomi global.

Alhamdulilah sejauh ini kita masih dalam posisi yang cukup baik, dimana perekonomian di kuartal II 2022 bisa tumbuh di atas 5% dan kami perkirakan sepanjang tahun 2022 perekonomian akan tumbuh di antara range 4,5%-5,3%,” ucapnya.

Disamping itu, untuk laju inflasi dalam negeri juga relatif terkendali yang tercermin dari data inflasi September 2022 tercatat 5,95% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year on year) dan inflasi bulanan sebesar 1,17%. Adapun komoditas utama penyumbang inflasi yakni harga BBM, beras dan angkutan umum dalam kota.

“September inflasi 5,95% (yoy) dan salah satu penyumbang inflasi terbesar yakni inflasi pangan. Alhamdulilah dalam 2 bulan terakhir sudah menunjukkan tanda-tanda penurunan. Adanya tekanan pada harga energi ini juga akan tercermin pada inflasi kita yakni Administered Price akan alami peningkatan setelah adanya penyesuaian harga energi yang bersubsidi sebesar 30% dan core inflation stabil 3,05 %,” ucapnya.

Adanya tekanan inflasi global dari sisi harga energi, pangan, maka laju inflasi sepanjang tahun akan berada di batas 3% plus minus 1%. Oleh karena itu, Destry menekankan pentingnya terus mempererat koordinasi dan sinergisitas untuk menjaga stabilitas dan mendorong pemulihan ekonomi nasional.

Khususnya, penanganan inflasi bersama tim pengendali inflasi pusat (TPIP), tim pengendali inflasi daerah (TPID) serta gerakan nasional pengendalian inflasi pangan (GNIP).

Koordinasi ini dilakukan untuk mendorong ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, kestabilan harga dan komunikasi efektif. “Hasilnya dalam 2 bulan terakhir dilakukan di daerah dan tekanan inflasi sektor pangan alami penurunan,” tuturnya.

Lebih lanjut, untuk stabilitas sistem keuangan juga cukup terjaga, karena likuiditas perbankan yang tergambarkan pada rasio alat likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yang masih tinggi mencapai 27,35% pada September 2022.

Rasio AL/DPK tetap mendukung kemampuan perbankan dalam penyaluran kredit, di tengah berlangsungnya normalisasi kebijakan likuiditas melalui kenaikan Giro Wajib Minimum (GWM) rupiah secara bertahap dan pemberian insentif GWM.

Menurut Destry, peluang kredit untuk tumbuh lebih tinggi masih cukup besar, mengingat sisi permintaan dari korporasi yang berorientasi ekspor masih cukup kuat dan untuk korporasi yang berorientasi domestik. Alhasil pertumbuhan kredit tahun ini diprediksi mencapai 9%-11%.

Alhamdulilah stabilitas sistem keuangan cukup terjaga. Karena alat likuid perbankan berada di atas 26% dan ini jauh di atas threshold 10% dan kemudian kami lihat perbankan mulai salurkan kredit, jadi kami melihat peluang kredit tumbuh masih cukup besar,” tegasnya.

sumber : beritasatu.com

 

LEAVE A REPLY