Kemkeu Harap Peraturan Turunan UU Cipta Kerja Segera Rampung

0

Pelita.online – Kementerian Keuangan (Kemkeu) meyakini Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law bisa menjadi modal untuk mempercepat pemulihan ekonomi Indonesia di 2021. Pasalnya saat ini semua komponen produk domestik bruto (PDB) yakni konsumsi, investasi, dan ekspor terkontraksi negatif, dan hanya belanja pemerintah yang positif.

“Di 2021 tidak mungkin hanya pemerintah saja yang positif, kalau pemerintah lagi yang positif, tapi semuanya negatif, kita masih berada di kontraksi. Maka kita harus dorong investasi sekencang-kencangnya. Itulah faktor pentingya Omnibus Law,” ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemkeu) Febrio Nathan Kacaribu, dalam diskusi “Bertahan dan Bangkit di Masa Pandemi” secara virtual, Selasa (6/10/2020).

Untuk itu, setelah UU Cipta Kerja disahkan melalui Paripurna DPR, Senin (5/10/2020), Kementerian Keuangan berharap peraturan turunannya, seperti Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Menteri Keuangan (PMK), Peraturan Menteri (Permen), dan Peraturan Presiden (Perpres) bisa rampung segera. Sehingga, undang-undang tersebut bisa dilaksanakan dan menarik banyak usaha baru serta menarik tenaga kerja. “Sehingga recovery ekonomi kita di 2021 bisa mencapai 5 persen lagi,” sebut Febrio.

Febrio menambahkan, lima tahun terakhir ekonomi Indonesia tercatat mengalami pertumbuhan sekitar 5 persen, dan bisa menyerap 3 juta lapangan kerja baru setiap tahunnya. Alhasil, tingkat pengangguran rendah dan kemiskinan di bawah dua digit. Namun, pandemi Covid-19 yang menimpa hampir seluruh negara dunia membuat data tersebut anjlok cukup dalam.

Menurutnya, lebih dari 92 persen ekonomi negara-negara di dunia pada tahun ini diproyeksi akan terkontraksi, termasuk Indonesia. “India terdalam dengan -24 persen, Indonesia -5,3 persen dan kita tidak nyaman dengan itu,” pungkas Febrio.

Soal pandangan skeptis masyarakat terhadap UU Cipta Kerja, menurut Febrio, hal tersebut justru akan mendorong warga membaca dokumen undang-undang tersebut. “Memang panjang sekali sekitar 900an halaman. Jadi, dengan skeptis saya harapkan teman-teman mulai membaca isinya apa sih Omnibus Law ini. Kalau kita semakin skeptis kan bagus, keinginan tahu dengan banyaknya topik-topik memang tidak mudah menguasai semuanya,” kata dia.

Adapun gambaran besar UU Cipta Kerja ini adalah simplifikasi proses usaha di Indonesia, mengingat easy of doing business (EoDB) Indonesia yang sudah bertahun-tahun mentok di peringkat 72-73. Hal itu paling besar karena carut marut perizinan. “Itu yang mendominasi Omnibus Law di mana kita menyederhanakan proses untuk membangun usaha. Jangan sampai orang yang punya ide, yang cepat menghasilkan produk lalu menghasilkan pekerjaan tapi susah mengurus izinnya,” tegas Febrio.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) bidang Perdagangan Benny Soetrisno menyebutkan, berdasarkan data Kadin, angka pekerja industri atau perusahaan yang dirumahkan dan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) mencapai 6,4 juta orang. Di sektor tekstil merupakan yang terbanyak dengan 2,1 juta orang, disusul transportasi angkutan darat mencapai 1,4 juta orang, dan restoran 1 juta orang.

Namun kalangan pengusaha, dikatakan Benny, harus optimistis bahwa ekonomi di tahun depan mulai pulih. “Kita kalau mau jadi pengusaha harus terus optimistis, karena janjinya untung, tapi belum tentu untung. Kita bisa dapat bisa tekor. Kalau tidak optimistis jangan jadi pengusaha,” tegas Benny.

Dia mengatakan Omnibus Law memungkinkan Indonesia bisa bersaing dengan negara tetangga. Pasalnya, perizinan investasi di Tanah Air membuat investor mengurungkan niatnya untuk investasi. “Dari dalam saja sulit apalagi dari luar,” kata dia.

Sumber:BeritaSatu.com

LEAVE A REPLY