Kisah Marice, Warga Ibu Kota Baru Diserbu Tuan Tanah Jakarta

0

Pelita.online – Banyak cerita usai pemerintah menetapkan wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur sebagai calon ibu kota baru Indonesia. Terutama tentang masyarakat adat dan para pencari tanah yang rela menebus dengan uang bermiliar-miliar.

Bagi sebagian warga setempat, mungkin tawaran pembelian tanah dari orang asing adalah rezeki yang sulit ditolak. Sudah banyak dari mereka yang rela menjual tanahnya.

Salah seorang warga adat Paser Balik, Marice, mengatakan ada begitu banyak orang dari luar Penajam Paser Utara yang berburu tanah sejak ibu kota baru ditetapkan pemerintah pada Agustus lalu.

“Ngeri sekarang di sini semenjak ditetapkan IKN (Ibu Kota Negara) gila jual tanah, kita dibikin kacau,” kata Marice kepada CNNIndonesia.com pada Selasa (3/12).

Marice adalah warga asli Kampung Pemaluan, Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Menurut penuturannya, sudah banyak pengusaha dari Jakarta yang membeli tanah di Kecamatan Sepaku.

Akan tetapi, berapa pun tawarannya, Marice menolak untuk menjual tanah seperti yang dilakukan orang lain.

“Di depan sana sudah ada yang lahan dibeli sama pengusaha Jakarta, kalau kita di sini (di kampung) tidak ada yang mau jual,” kata Marice.

Pernah suatu hari Marice didatangi seseorang suruhan pengusaha dari Jakarta. Orang itu ingin membeli 2 hektare tanah milik Marice. Tak tanggung-tanggung, Rp1 miliar per hektare siap dikucurkan.

“Tanahku 2 hektare ditawar sama pengusaha asal Jakarta. Dia berani beli Rp1 miliar setiap hektare asal lengkap surat suratnya. Surat tanah saya bentuknya segel,” kata Marice yang merupakan ibu tiga anak ini.

Wilayah tempat tinggal warga adat Paser Balik di Kampung Pemaluan, Kecamatan Sepaku, Penajam Paser UtaraWilayah tempat tinggal warga adat Paser Balik di Kampung Pemaluan, Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara (CNN Indonesia/ Abdallah)

Tak cuma uang. Orang suruhan pengusaha dari Jakarta itu juga berjanji bakal membangun tanahnya menjadi kawasan penting dan strategis. Dengan begitu, Marice juga masih bisa merasakan manfaatnya jika menjual tanahnya.

Marice pun harus menghadapi orang-orang yang membujuknya agar rela menjual tanah. Mereka mengatakan bahwa cepat atau lambat Marice harus merelakan tanahnya ketika pembangunan ibu kota baru dimulai pada 2020 mendatang.

Namun, Marice menolak. Tak tergoda. Semua tawaran dan bujukan yang datang menghampiri ditolaknya dengan tegas. Dia bersikukuh mempertahankan tanahnya agar tidak jatuh ke tangan orang lain.

“Kalau masih bisa cari makan kenapa mesti jual tanah,” ucapnya.

Marice lebih mementingkan masa depan anak anaknya. Dia ingin anak-anaknya yang akan melanjutkan kehidupan di kampung Pemaluan. Bukan orang lain.

“Jika saya jual tanah, kita mau tinggal dimana, anak saya banyak. Siapa tahu mereka juga nanti mau berkebun. Saya tidak mau anak anak nanti menjadi penonton di kampungnya sendiri,” ujarnya.

Marice sendiri cemas warga asli kehilangan identitas ketika ibu kota negara mulai pindah ke Penajam Paser Utara. Terlebih, generasi muda juga sudah mulai meninggalkan budaya setempat.

“Kalau bisa janganlah. Habis nanti budaya Paser Balik ini. sedangkan sekarang ini masih kayak begini sama budayanya sendiri, apalagi nanti jika benar-benar jadi ibu kota,” ungkap Marice.

“Kalau saya tidak setuju jadi ibu kota negara di sini, cuma kita ini rakyat biasa, mau diapa? ” tambahnya.

Warga adat Paser Balik, Penajam Paser Utara, cemas dengan dampak buruk dari pembangunan ibu kota baru Warga adat Paser Balik, Penajam Paser Utara, cemas dengan dampak buruk dari pembangunan ibu kota baru (CNN Indonesia/ Abdallah)

Kepala Adat Paser Balik, Jubain memiliki pendapat yang sama. Dia juga khawatir dengan iktikad pemerintah yang menjadikan Penajam Paser Utara sebagai ibu kota negara yang baru.

Jubain cemas warga adat Paser Balik terusir dari tanahnya. Menurut Jubain, itu sangat mungkin terjadi karena saat ini tanah kampungnya sudah dikuasai oleh dua perusahaan Hak Pengelolaan Hutan (HPH), Hutan Tanaman Industri (HTI).

“Dengan terjadinya ibu kota nanti kami mau ke mana? Sedangkan lahan-lahan sudah ndak ada. Kiri kanan sudah kepunyaan perusahaan besar. Sebagian sudah dijual juga. Kalau ada pembangunan ibu kota otomatis imbasnya ke kita juga yang kena kan,” kata Jubain di kediamannya Kampung Pemaluan.

Jubain yakin pembangunan ibu kota negara bakal mengganggu tempat tinggal warga Paser Balik. Cepat atau lambat, lanjutnya, warga setempat pasti akan dipaksa untuk merelakan tanahnya.

“Tidak mungkin pembangunan, misalnya hotel kemudian di sebelahnya ada kampung. Kan tidak mungkin. Pasti lambat laun digusurlah atau diminta orang untuk dibeli dengan iming iming harga tinggi,” ucap Jubain.

Jubain lantas mengimbau warga Paser Balik untuk tidak tergiur dengan tawaran yang datang. Dia ingin warga adat Paser Balik, yang terdiri dari 64 kepala keluarga, benar-benar memikirkan generasi muda.

“Saya sarankan kepada warga untuk tidak terpengaruh dan terpancing dengan harga ememan (harga miliaran). Ke depannya anak anak cucu kita mau kemana, jika tidak punya lahan,” ungkap Jubain.

 

Sumber : cnnindonesia.com

LEAVE A REPLY