pelita.online-Sekretaris Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Agus Suyatno menilai peraturan tentang penghitungan dan pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) terkait dengan penjualan pulsa, kartu perdana, token, dan voucer berpotensi menjadi bola liar di masyarakat tanpa adanya kontrol pengawasan harga.
Agus menyampaikan bahwa pulsa dan token listrik menjadi sangat urgen di situasi pandemi ketika sebagian besar tempat kerja menerapkan work from home, demikian juga dengan sekolah yang masih secara daring.
Dengan adanya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 6/PMK.03/2021 yang akan berlaku mulai 1 Februari 2021 ini, dikhawatirkan penjual di tingkat akhir yang langsung ke konsumen akan menjual barang kena pajak tersebut dengan harga yang tinggi lantaran tidak adanya pengawasan dan kontrol harga di tingkat akhir.
“Dalam kondisi pandemi seperti saat ini, sebaiknya pemerintah berhati hati dan tidak mudah mengeluarkan kebijakan yang memancing kegaduhan publik. Kendati diklaim bahwa tidak menaikan harga jual, tetapi menerbitkan PMK (Peraturan Menteri Keuangan) tersebut tidak tepat waktunya. Keputusan ini berpotensi menjadi bola liar di masyarakat tanpa ada kontrol pengawasan harga terhadap barang kena pajak yang disebutkan dalam PMK,” kata Agus Suyatno kepada Beritasatu.com, Sabtu (30/1/2021).
Sebelumnya, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Hestu Yoga Saksama menjelaskan, pengenaan pajak (PPN dan PPh) atas penyerahan pulsa/kartu perdana/token listrik/voucer sudah berlaku selama ini, sehingga tidak terdapat jenis dan objek pajak baru.
Hestu Yoga juga menegaskan bahwa ketentuan ini tidak mempengaruhi harga pulsa atau kartu perdana, token listrik, atau voucer.
Sumber: BeritaSatu.com