Toba Pulp Lestari Terapkan Silvikultur 4.0 untuk Kegiatan Bisnis Berkelanjutan

0

Pelita.online –  PT Toba Pulp Lestari Tbk menerapkan Silvikultur 4.0 guna menjaga dan meningkatkan produksi bibit eucalyptus yang menjadi bahan baku pulp sehingga perusahaan bisa menjalankan aktivitas usaha secara berkelanjutan.

Menurut Peneliti Eucalyptus Toba Pulp Lestari Adventris Lestarina Hutagaol, melalui Silvikultur 4.0, perseroan mampu mempertahankan target hingga 2,6 juta bibit eucalytus per bulan. Hal ini memungkinkan produksi pulp dilakukan secara sustainable.

“Kami melakukan pengembangan pembibitan, penelitian tentang nutrisi tanah, pemantauan kesehatan tanaman, perbaikan pohon dan pembibitan dengan mengadaptasi metode terbaru. Inilah yang disebut ilmu Silvikultur 4.0,” ujar Adventris Hutagaol dalam Dies Natalis Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara (USU) pada 10 November, yang dikutip dari siaran pers, Kamis (12/11).

Sementara itu, Advisor Socap Toba Pulp Lestari Simon H. Sidabukke mengungkapkan, untuk mendukung Silvikultur 4.0 maka perusahaan secara konsisten melakukan riset dengan melibatkan akademisi serta lulusan perguruan tinggi dari universitas di Indonesia demi menghasilkan bahan baku pulp yang berkualitas.

Simon mengatakan, salah satu yang dilakukan adalah dengan menggandeng Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara untuk memenuhi kebutuhan sumber daya manusia dalam rangka pengembangan riset yang dilakukan perusahaan.

“Kami di Toba Pulp selalu melakukan riset untuk pengelolaan bibit melalui klon di nursery, pengolahan tanah, penanganan terhadap hama dan penyakit, serta terus mencari bibit baru untuk menghasilkan pulp yang berkualitas guna memenuhi keinginan pasar,” kata Simon.

Dalam kesempatan itu, Ketua Panitia Dies Natalis Program Ilmu Kehutanan USU Prof. Mohammad Basyumi, S.Hut, M.Si. Ph.d menyampaikan bahwa sumber daya hutan sangat penting sebagai penyumbang devisa negara, yang memiliki nilai eknomi dan ekologi tinggi.

Revolusi industri 4.0 atau revolusi industri generasi keempat menuntut pelaku industri sektor kehutanan harus mampu melakukan perubahan agar selalu bisa menjawab tantangan yang ada.

“Dalam pengelolaan hutan juga harus mampu mengikuti perkembangan, sehingga sektor kehutanan dituntut mampu mengimbangi perkembangan yang ada, melalui peningkatan sumber daya manusia,” kata Mohammad.

Sejalan dengan itu, keberadaan silvikulturis sebagai ujung tombak pembangunan hutan diharapkan mampu memberikan inovasi, dan menjawab tantangan dalam pengelolaan hutan secara berkelanjutan.

Sumber:BeritaSatu.com

LEAVE A REPLY